Illustrasi. MI/RAMDANI.
Illustrasi. MI/RAMDANI.

Kewajiban SNI Akan Dorong Ekspor Pelumas hingga Rp1,2 Triliun

Ilham wibowo • 27 Maret 2019 17:23
Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan bakal melanjutkan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pelumas secara wajib. Kebijakan ini dinilai bakal memperlebar potensi nilai ekspor. 
 
Ditjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Taufik Bawazier mengatakan kewajiban SNI yang mengacu pada standar World Trade Organization (WTO) menjadi penting agar produk nasional bersaing di pasar global. Kehadiran PM Nomor 25 Tahun 2018 pun bisa meningkatkan nilai ekspor hingga USD90 juta atau setara Rp1,2 triliun per tahun. 
 
"Ada potensi volume pasar akan bertambah dari USD72 juta menjadi USD90 juta bahkan lebih kalau tahun ini aturan ditetapkan," kata Taufik dalam sebuah diskusi di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019. 

Menurut Taufik SNI wajib pelumas sebagai instrumen untuk mengamankan industri dalam negeri dari serangan produk-produk impor yang  berkualitas buruk. Nantinya, produk impor juga perlu mendapatkan logo standar yang diuji lembaga resmi di Tanah Air. 
 
"Harapan kita utilitas produk pelumas meningkat, industri akan tambah volume kapasitas dan minimal memenuhi pasar dalam negeri dengan menutup gap yang palsu atau di bawah standar," ungkapnya. 
 
Regulasi PM Nomor 25 Tahun 2018 telah diundangkan pada 10 September 2018 dan berlaku pada 10 September 2019. Masih ada waktu sekitar enam bulan untuk mengurus label SNI pelumas sebelum dikenakan sanksi tegas. 
 
"Sanksi bisa menjurus ke pidana dan tidak bisa jualan di pasar," tuturnya. 
 
Ketua Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) Andria Nusa mengatakan standardisasi produk pelumas turut berdampak pada peningkatan nilai investasi. Ia mendukung kebijkan ini lantaran memperjelas persaingan usaha terutama dengan produk impor. 
 
"Kita ingin industri pelumas berkembang dan daya saing meningkat. Jaminan mutu kami percaya SNI lebih ketat dengan adanya laboratorium terakreditasi," ujarnya. 
 
Lain dengan barang komoditas, kata Andria, pelumas kendaraan barang teknis dengan bobot teknologi tinggi. Masyarakat perlu mendapat kepastian produk yang digunakan aman untuk jangka panjang. 
 
"SNI ini sudah diharuskan sehingga memperjelas produksi dimana dan harus ada kontrak. Ini membuat mereka para penolak SNI keberatan karena sebelumnya mudah cari pabrik," paparnya. 
 
Ia mengharapkan kewajiban standarisasi tidak dilakukan hanya pada produk pelumas. Masih banyak sektor industri lain yang perlu juga diterapkan SNI sebagai perlindungan masyarakat. 
 
"Harapan kami pemerintah bisa terapkan SNI ini konsisten, bukan hanya sektor otomotif tapi semua industri," kata Andria.  
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan