Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan -- FOTO: Antara/Widodo
Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan -- FOTO: Antara/Widodo

Tulisan Dahlan Iskan soal Petral

Ade Hapsari Lestarini • 20 Mei 2015 09:38
medcom.id, Jakarta: Kadang timbul, kadang tenggelam, kadang timbul tenggelam. Begitulah isu korupsi di Pertamina. Dan itu sudah berlangsung puluhan tahun.
 
Itulah awal pembuka tulisan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengawali ceritanya di tubuh perusahaan pelat merah tersebut. Dalam blognya, Manufacturing Hope 27 pada Senin 21 Mei 2012, seperti dikutip Metrotvnews.com, Rabu (20/5/2015).
 
Dalam blognya yang dipublikasikan pada 2012 tersebut, Dahlan menyuarakan pendapatnya mengenai kisruh di tubuh anak usaha perusahaan migas BUMN ini, Petral.

"Belum ada yang mengamati: tiap musim apa mulai timbul dan mengapa (ada apa) tiba-tiba tenggelam begitu saja. Lalu, sejak sekitar tiga bulan lalu isu ini timbul lagi. Belum tahu kapan akan tenggelam dan ke mana tenggelamnya. Sebenarnya menarik kalau bisa dirunut, mengapa isu ini kembali muncul," tutur Dahlan dalam blognya.
 
Dahlan pun mempertanyakan siapa 'pembisik' awal hingga kejadian tersebut kembali muncul ke permukaan beberapa tahun lalu. Sehingga dia bisa menduga jika permasalahan tersebut akan tenggelam dan bisa memprediksi bagaimana tenggelamnya.
 
"Ada kejadian apa dan siapa yang pertama kali memunculkannya. Dari sini bisa diduga kapan isu ini akan tenggelam dan bagaimana tenggelamnya. Kadang isu yang muncul di sekitar sewa tanker. Kadang sekitar ekspansi Pertamina di luar negeri. Kadang pula, seperti sekarang ini, soal anak perusahaan Pertamina yang bernama Petral," tutur mantan Dirut PLN itu.
 
Petral adalah anak perusahaan yang 100 persen dimiliki Pertamina. Tugasnya melakukan trading. Jual-beli minyak. Lebih tepatnya membeli minyak dari mana saja untuk dijual ke Pertamina. Semua aktivitas itu dilakukan di Singapura. Petral memang didesain untuk didirikan di Singapura. Sebagai perusahaan Singapura Petral tunduk pada hukum Singapura.
 
Begitu kata Dahlan. Lalu dia pun bertanya, ada dua isu yang muncul dari berdirinya Petral. Pertama, mengapa dibentuk anak perusahaan? Lalu kedua, mengapa harus di Singapura?
 
"Dulu, segala macam pembelian dilakukan induk perusahaan Pertamina di Jakarta. Apakah ketika itu tidak ada isu korupsi? Sama saja. Isunya juga luar biasa. Tapi mengapa dipindah ke Singapura? Dan dilakukan anak perusahaan? Alasan pembenarnya adalah supaya segala macam pembelian dilakukan oleh perusahaan trading. Direksi Pertamina jangan diganggu oleh pekerjaan trading," jelas Dahlan.
 
Lalu, lanjut Dahlan, ada alasan tidak formalnya. Apabila transaksi tersebut dilakukan di Singapura dan tunduk pada hukum Singapura, maka intervensi dari mana saja bisa berkurang.
 
"Bagi orang korporasi seperti saya, sangat gampang menerima logika mengapa dibentuk anak perusahaan dan mengapa di Singapura. Tapi bagi publik bisa saja dianggap mencurigakan," ujarnya.
 
Namun tidak demikian dengan publik. Menurut Dahlan, munculnya pertanyaan mengapa dibentuk anak perusahaan dan mengapa di Singapura itu saja sudah mengandung kecurigaan. Pertamina memang bisa membuktikan praktik di Petral sudah sangat clean dengan tender internasional yang fair. Tim-tim pemeriksa yang dikirim ke sana pun tidak menemui penyimpangan.
 
"Kalau begitu apa yang masih diperlukan? Di sini kelihatannya bukan hanya clean yang perlu dipertunjukkan, tapi juga clear. Perusahaan BUMN memang tidak cukup dengan clean, tapi juga harus C & C. Harus clean and clear," papar dia.
 
Clean berarti harus berurusan dengan GCG, hukum, dan penjara. Clear berhubungan dengan public trust alias kepercayaan publik. Perusahaan yang tidak clear, tambahnya, tidaklah melanggar hukum. Semua bisa dipertanggungjawabkan. Tapi perusahaan yang tidak clear tidak akan dipercaya publik.
 
"Karena BUMN adalah perusahaan milik publik, maka praktik C & C menjadi sangat penting. Di manakah letak belum clear-nya praktik trading Petral di Singapura?" tukasnya.
 
Dahlan pun menjelaskan, Pertamina adalah perusahaan yang sangat besar, bahkan terbesar di Indonesia. Sebagai perusahaan terbesar, posisi tawar Pertamina tidak akan ada bandingannya. Boleh dikata, dalam bisnis, Pertamina berhak mendikte: mendikte apa saja, termasuk mendikte pemasok dan bahkan mendikte pembayaran.
 
"Inilah yang belum clear. Sebagai perusahaan terbesar mengapa Pertamina belum bisa mendikte. Mengapa masih berhubungan dengan begitu banyak trader. Mengapa tidak sepenuhnya melakukan pembelian langsung dari pemilik asal barang: membeli BBM langsung dari perusahaan kilang dan membeli crude (minyak mentah) langsung dari perusahaan penambang minyak," terang Dahlan. (Bersambung)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan