"Kepala BKPM tidak punya kewenangan untuk melakukan pelarangan ekspor. Itu harus diajarkan yang bersangkutan ini ya, jangan asal melangkah dan ngomong," kata Anggota Komisioner Ombudsman Laode Ida di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Jumat, 15 November 2019.
Ombudsman pun telah memanggil beberapa pihak untuk membicarakan perihal percepatan larangan ekspor bijih nikel yang kata Laode justru menimbulkan ketidakpastian. Pihak-pihak yang datang dalam pertemuan tersebut di antaranya Deputi bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim dan Investasi Agung Kuswandono, Irjen Kementerian Perdagangan Sri Agustina, dan Direktur Pembinaan dan Pengusaha Mineral Ditjen Minerba dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak.
Laode mengatakan ketidakpastian yang dibuat oleh pejabat tata negara tidak boleh terjadi. Bahkan menurut dia hal tersebut melanggar prinsip pelayanan publik. Dia bilang perubahan kebijakan tersebut pun berdampak merugikan masyarakat.
"Dua hal itu saja sudah sangat prinsip bagi kami Ombudsman untuk melakukan pengawasan kebijakan seperti ini. Nah proses pembuatan kebijakan pun itu sudah bertentangan dengan beberapa peraturan yang ada," tutur dia.
Sementara itu Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah mengatakan pihaknya telah menarik kewenangan untuk urusan nikel dari Kementerian ESDM ke BKPM. Luhut bilang saat ini Bahlil menjadi wakilnya dalam hal investasi yang juga berhubungan soal nikel.
Di periode pemerintahan Kabinet Indonesia Maju, Luhut memang diberikan kewenangan tambahan untuk mengurus investasi, selain soal maritim. Luhut nantinya akan fokus pada investasi asing langsung atau luar negeri sementara Bahlil akan fokus pada investasi dalam negeri.
"Pak Bahlil nanti akan ngomong detailnya soal nikel. Kan dia wakil saya di investasi. (Bukan di Kementerian ESDM lagi). Semua kita tarik task force-nya kan ada," kata Luhut.
Sebelumnya Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengumumkan percepatan larangan ekspor bijih nikel akan mulai berlaku sejak Selasa, 29 Oktober 2019. Percepatan tersebut kata Bahlil merupakan kesepakatan yang terbentuk dari pertemuan antara dirinya bersama pengusaha nikel Indonesia.
Padahal, dalam revisi teranyar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 tahun 2019 mengamanatkan bahwa batas waktu terakhir untuk ekspor bijih nikel yakni akhir Desember 2019.
Artinya pada awal Januari 2020 para pengusaha dilarang untuk mengekspor. Aturan ini merupakan perubahan dari aturan sebelumnya yang mengamanatkan larangan ekspor baru akan berlaku pada awal Januari 2022.
"Hari ini secara formal kesepakatan bersama antara asosiasi dan pemerintah terkait ekspor ore yang harusnya selesai di 2020, enggak lagi lakukan ekspor. Ini hari terakhir, jadi nanti mereka (para pengusaha) pulang minta kapal (pengangkut ekspor) mereka enggak usah berangkat," kata Bahlil di kantor BKPM, Jakarta Selatan, Senin, 28 Oktober 2019.
Bahlil mengatakan kesepakatan tersebut dibuat tanpa harus mengubah kembali aturan yang berlaku saat ini. Dia bilang tujuannya tidak lain yakni untuk membuat Indonesia menjadi negara yang lebih berdaulat untuk mengelola hasil-hasil buminya demi mendapatkan nilai tambah.
"Kita enggak mengubah aturan, Ini atas dasar kesadaran sesama anak bangsa. Kalau kita ekspor ore negara rugi terus. Kemudian dengan dilarang ada nilai tambah," tutur dia.
Lebih lanjut mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini menambahkan bagi pengusaha nikel yang telah berkontrak dengan pembeli di luar negeri, Bahlil meminta agar pengusaha tersebut pintar-pintar mencari cara dan strategi untuk melakukan negosiasi dengan pembeli.
"Bisnis itu negosiasi, bisnis itu fleksibel. Ada 1001 macam cara untuk negosiasi," jelas Bahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News