Staf Ahli Menteri Bidang Sumber Daya Migas Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dyah Winarni Poedjiwati mengatakan penurunan harga gas seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo di bawah USD6 per MBTU akan meningkatkan struktur biaya industri secara signifikan.
Menurut dia, penurunaan biaya industri tersebut akan berdampak pada dengan daya saing produk. Serta dapat meningkatkan pendapatan negara sektor pajak.
"Penurunan harga gas bumi dapat memangkas struktur biaya industri secara signifikan, dan meningkatkan pendapatan negara dari sektor industri dan pajak," kata Dyah, saat diskusi di Menara Batavia, Jalan KH Mas Mansyur, Jakarta, Kamis (6/10/92016).
Ia mencontohkan, bila penurunan harga gas bumi sebesar 47 persen atau berkisar USD5 per MMBTU, maka penerimaan negara dari pajak serta turunan industri tercatat sebesar Rp21,3 triliun. Sedangkan, bila penurunan gas sebesar 68 persen atau di bawah USD5 per MMBTU, penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp31,97 triliun.
"Penurunan harga gas bumi sebesar 47 persen, penerimaan negara yang diperoleh dari pajak dan valuasi industri turunan sebesar Rp21,3 triliun dan kalau penurunan harga gas sebesar 68 persen dapat, penerimaan negara bisa sebesar Rp31,97 triliun," jelas Dyah.
Tidak hanya penerimaan negara, jelas Dyah, pihaknya juga akan meningkatkan industri domestik, nilai tambah, dan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. "Selain itu, juga penguatan industri domestik melalui peningkatan nilai tambah yang sangat signifikan dan penyerapan tenaga kerja," pungkas Dyah.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin mengatakan, Jokowi meminta agar harga gas bisa ditekan di bawah USD6 per MMBTU. Untuk menurunkan harga gas, salah satu caranya adalah dengan menurunkan pengembalian biaya operasi atau cost recovery. Selain itu, perusahaan gas perlu menurunkan biaya belanja modal (capital expenditure/capex) dan biaya operasional (operational expenditure/opex).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News