Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipahami. Pertama dana yang tercantum dalam APBN semula Rp800 miliar tapi dalam pertengahan tahun dalam APBN-P berubah menjadi Rp3,9 triliun. Untuk penyerapan dana yang begitu besar, pihaknya mengungkapkan tidak akan bisa karena waktu yang sangat sempit.
"Karena pertama, dananya kita di APBN Rp800 miliar tapi setelah APBN-P jadi Rp3,9 triliun di pertengahan tahun, sehingga persiapannya tentu mepet sekali," kata Wirat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/10/2015) malam.
Kedua, penyerapan anggaran dirasa kurang karena regulasi-regulasi terkait dengan proyek migas belum terbit. Sehingga proyek tersebut tidak dapat di eksekusi, seperti konverter kit untuk nelayan dan kendaraan.
"Kedua, regulasi yang sampai saat ini belum terbit. Jadi dua proyek tidak bisa dieksekusi yaitu konverter kit untuk nelayan dan konverter untuk kendaraan," kata dia.
Ketiga, lanjut dia, anggaran 2015 yang ditetapkan dua kali lebih besar dari yang diusulkan sehingga serapan akan rendah. "Cuma 50 persen dari situ. Kalau dihitung serapan jadi lebih rendah. Lalu juga ada beberapa yang gagal lelang," ujar dia.
Oleh karena itu, sampai Oktober ini, serapan anggaran Ditjen Migas baru mencapai 16 persen. Kendati dirinya mengetahui jika anggaran tidak akan diserap seluruhnya, Wirat masih optimistis Ditjen Migas dapat menyerap anggaran sampai 50 persen hingga 60 persen.
"Sekitar 12 persen. Akhir Oktober 16 persen. Akhir tahun 55 persen sampai 60 persen lah," pungkas dia.
Sebagai informasi, dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM memutuskan anggaran RAPBN 2016 untuk Ditjen Migas sebesar Rp2,3 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News