Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. FOTO: Kementerian ESDM
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. FOTO: Kementerian ESDM

Pemerintah Buka Opsi Turunkan Biaya Penyaluran Gas Industri

Suci Sedya Utami • 28 Januari 2020 08:58
Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif merespons arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyelesaian masalah harga gas industri yang dinilai masih tinggi. Dalam hal ini, ada beberapa opsi yang akan dijalankan untuk menurunkan harga gas industri sesuai amanat Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
 
"Pemerintah telah menyusun opsi untuk menurunkan harga industri tertentu sampai dengan target Maret 2020," kata Arifin, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 27 Januari 2020.
 
Biaya penyaluran, lanjut Arifin, menjadi komponen penentu dalam menetapkan harga gas industri. Untuk itu, pemerintah akan memangkas biaya transmisi di sejumlah wilayah yakni di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Bagian Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Biaya transmisi selama ini diatur dan ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. Selama ini, biaya transmisi berada dikisaran USD0,02-USD1,55 per Million British Thermal Unit (MMBTU).
 
Selain menurunkan biaya transmisi, pemerintah juga akan mengevaluasi kembali biaya distribusi dan biaya niaga. "Biaya penyaluran (transmisi dan distribusi) dan biaya niaga merupakan bagian dari menjalankan opsi pertama pemerintah dalam mengurangi jatah negara dan efisiensi penyaluran gas," ujar dia.
 
Kewajaran transmisi akan menjadi pertimbangan utama sebagaimana yang dijalankan di Blok Kangean, Madura yang sebelumnya terdapat formula penyebab kenaikan harga gas sebesar tiga per tahun. "Ini sudah kami hapuskan," imbuh Arifin.
 
Opsi kedua, kewajiban badan usaha pemegang kontrak kerja sama untuk menyerahkan sebagian gas kepada negara (Domestic Market Obligation/DMO). Kewajiban ini akan segera ditetapkan dalam aturan DMO baru.
 
"Kita akan membagi kepada industri-industri yang strategis dan pendukung dan mana yang bisa dilakukan perdagangan sesuai dengan kewajaran bisnis," kata Arifin.
 
Pilihan kebijakan ketiga adalah impor gas. Arifin bilang akan memberikan memberikan keleluasan bagi swasta mengimpor gas untuk pengembangan kawasan industri yang belum terhubung jaringan gas. Ketiga opsi ini sedang dalam tahap kajian oleh Kementerian ESDM yang diharapkan tidak akan merugikan bisnis gas yang tengah berjalan.
 
"Kami sedang melakukan pengkajian cukup detail dan bagaimana mekanisme penyaluran yang ada dan kontrol terhadap distribusi gas tanpa merugikan investor yang terlibat didalamnya," tutur dia.
 
Selanjutnya, Arifin mengimbau mekanisme pengambilan kebijakan penuruan harga gas nantinya akan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apapun keputusan terkait harga gas industri, kata dia, nantinya akan mengacu pada aturan yang berlaku.
 
Arifin mengakui sejauh ini masih ada beberapa industri yang belum mengikuti penyesuaian di antaranya harga gas industri keramik (USD7,7 per MMBTU), kaca (USD7,5 per MMBTU), sarung tangan karet (USD9,9 per MMBTU), dan oleokimia (USD8-10 per MMBTU).
 
Baru industri pupuk, petrokimia dan baja yang disesuaikan harga sesuai Perpres Nomor 40 Tahun 2016 sebesar USD6 MMBTU. Untuk industri pupuk, penyesuaian harga gas terjadi di PT Pupuk Kalimantan Timur I-IV seharga USD3,99 per MMBTU, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang USD6 per MMBTU, PT Pupuk Iskandar Muda USD6 per MMBTU, dan PT Pupuk Kujang USD5,84 per MMBTU.
 
Untuk industri petrokimia, pemerintah menetapkan harga gas PT Petrokimia Gresik senilai USD6 per MMBTU dan PT Kaltim Parna Industri USD4,04 per MMBTU. Sementara itu, harga gas untuk sektor baja dikenakan sebesar USD6 per MMBTU di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
 
Sebagai informasi, harga jual gas industri ditetapkan dari beberapa komponen pembentuk, yaitu harga gas hulu, biaya penyaluran dan biaya niaga.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan