Pertamina mencatat, dengan menjual solar subsidi sebesar Rp5.150 per liter, maka pihaknya telah membukukan keuntungan. Namun, jika subsidi solar dipangkas menjadi Rp500 per liter dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016, maka Pertamina hanya bisa menahan harga solar Rp5.150 per liter hingga September saja.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Achmad Bambang mengatakan perusahaan pelat merah ini memiliki bantalan atas laba penjualan solar sejak Januari 2016. Bantalan itu hanya bisa menopang sampai September. Apabila dipaksakan sesuai permintaan pemerintah, maka Pertamina akan rugi.
"Kami punya bantalan (laba) dari penjualan sejak Januari 2016. Tetapi, jika harga tidak boleh naik sama sekali, maka bantalan tersebut hanya cukup sampai September. Sehingga selanjutnya (bila sampai Desember) rugi," kata Ahmad kepada Metrotvnews.com, di Jakarta, Kamis (16/5/2016).
Menurutnya, bila harga solar tetap dipaksakan tidak naik hingga akhir tahun, merupakan suatu bentuk ketidakadilan. Sebab, Pertamina juga yang harus menanggung kerugiannya.
"Padahal uang subsidinya sudah tidak ada, sehingga rugi ini harus ditanggung Pertamina. Tidak adil lah apabila laba disuruh kembalikan namun bila rugi disuruh tanggung," tegas Achmad.
Hal tersebut pun diperkuat dengan pernyataan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto saat menghadiri IPO PT Sillo Maritim Perdana Tbk. Dwi mengungkapkan, Pertamina akan konsisten untuk tidak menaikkan harga solar hingga September.
"Jadi kalau kita lihat dengan subsidi Rp500 per liter itu paling tidak sampai September. Kita sudah komit sampai September tidak ada kenaikan harga," tambah Dwi.
Pertamina akan mengalihkan keuntungan yang sudah didapatkan sejak Januari untuk menutup kekurangan pada Juli sampai September.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News