Senior Vice President Policy, Government, and Public Affairs Chevron Indonesia, Yanto Sianipar mengatakan, temuan tersebut masih berupa audit yang prosesnya pun masih berjalan.
"Saya enggak boleh tanggapi itu. Itu bagian dari proses audit," kata Yanto di Jakarta, Kamis (5/5/2016).
Dirinya mengatakan, pihaknya tengah membicarakan temuan tersebut dengan BPK dan meminta klarifikasi. Lagi pula, kata Yanto, temuan tersebut merupakan hasil cost recovery dua tiga tahun lalu.
Menurut dia, cost recovery tetap ada. Perusahaan melakukan penghematan namun tak serta merta nominalnya dinolkan. Ia mengatakan turunnya harga minya memang membuat biaya operasional ikut turun. Namun, yang namanya cost recovery masih tetap ada.
Kendati demikian, kata Yanto, pihaknya siap mengikuti proses yang berjalan. "Saya enggak bisa detail. Tapi semua ada peraturannya. Kita ikut PSC," jelas dia.
Sebelumnya, BPK mengungkapkan adanya dugaan praktik penggelembungan (mark-up) dari biaya penggantian investasi (cost recovery) yang dibebankan pada negara di sektor hulu migas. Hal ini dilakukan secara sengaja dan berulang oleh tujuh KKKS, termasuk Chevron.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News