Paulus menerangkan pada 2018, Biodiesel dengan bauran sawit berhasil mengurangi emisi dari minyak solar sebesar 27 persen atau setara dengan 10,58 Juta Ton CO2 Equivalent.
"Biodiesel sawit terbukti lebih ramah lingkungan, disamping juga kini menjadi harapan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar," ujar Paulus melalui keterangan resminya, Jumat, 23 Agustus 2019.
Pengurangan emisi tersebut, lanjut Paulus, sejalan dengan komitmen Indonesia yang menetapkan target pengurangan emisi dalam Nationally Determined Contributions UNFCCC sebanyak 26 persen pada 2020, dan 29 persen pada 2030.
Sayangnya, kata Paulus, target pengurangan emisi yang ditetapkan pada 2020 seperti tidak ditanggapi serius.
"Hampir dilupakan padahal waktunya tinggal sebentar lagi. Ini terjadi lantaran para pemegang kebijakan lebih memerhatikan komitmen pengurangan emisi di 2030 yang waktunya masih cukup panjang," lanjutnya.
Jika saja komitmen pengurangan emisi tersebut sesuai dengan target yang telah ditetapkan, maka potensi pengembangan serapan biodiesel sawit diharapkan akan berjalan dengan cepat. Saat ini, pemerintah tengah melakukan uji coba terhadap biodiesel bauran sawit 30 persen atau B30 di Dieng, Jawa Tengah.
Dia berharap selain membantu mengurangi emisi, biodiesel sawit juga menjadi harapan bagi terlepasnya ketergantungan Indonesia dalam mengimpor migas yang kerap membebani Current Account Deficyt (CAD).
"Pemakaian bahan bakar di Indonesia sekitar 1,4 Juta barel per hari, sedangkan Indonesia menghasilkan hanya 778 ribu barel per hari," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News