Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migad) Sukandar mengusulkan kepada Badan Anggaran (Banggar) anggaran cost recovery pada RAPBN 2018 sebesar USD10,7 miliar atau lebih tinggi dari anggaran cost recovery pada APBNP 2017 sebesar USD10,5 miliar.
"Perlu diketahui semakin hari produksi minyak yang banyak di produksi itu air Pak (anggota Banggar), bukan minyak. Bahwa semakin hari minyak sedikit dan airnya semakin banyak," jelas Sukandar, di Kompleks Parlementer Senayan, Jakarta, Senin malam 18 September 2017.
Dari usulan cost recovery tersebut, Sukandar mengungkapkan, sudah diturunkan USD600 juta dari sebelumnya yang diusulkan kepada Komisi VII DPR RI sekitar USD11,4 miliar. "Jadi, kami harap, ini (cost recovery USD10,7 miliar) sudah bisa disetujui Badan Anggaran DPR," ungkap Sukandar.
Cost recovery yang diusulkan pada RAPBN 2018 tersebut, lanjut Sukandar, juga sudah memasukan anggaran depresiasi sebesar USD3,1 miliar. Deperesiasi dianggarkan cukup besar untuk pengerjaan lapangan-lapangan migas baru. Semakin banyak lapangan baru maka anggaran untuk depresiasi akan semakin tinggi.
"Dari USD10,789 miliar itu USD3,1 miliar dan itu adalah bagian dari depresiasi," ucap Sukandar.
Namun sayangnya, Banggar tidak menyetujui usulan besaran anggaran cost recovery dari SKK Migas lantaran pemerintah menurunkan asumsi lifting minyak menjadi 800 ribu barel per hari dari sebelumnya 815 ribu per hari dan proyeksi pendapatan negara tahun depan dari sektor migas lebih rendah dari tahun ini. Cost recovery disetujui hanya USD10 miliar.
"Sepakat? Kalau tidak ada (pertanyaan dan sanggahan) kami sepakati ya? Pemerintah sepakati ya. Bismillah," kata Ketua Banggar DPR RI Aziz Syamsuddin
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id