"Ya, sampai saya enggak sabar, sudah enam bulan saya di Kementerian ESDM. Enggak jalan-jalan. Kalau kelamaan saya batalkan, kan jelas," tegas Jonan seusai, menjadi pembicara dalam Forum Gas Nasional, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu 3 Mei 2017.
Jonan mengungkapkan, sejak bulan lalu Kementerian ESDM masih menunggu penyelesaian kajian pre-FEED (Front End Engineering Design) dari Inpex Corporation. Inpex diminta melakukan pre-FEED di dua lokasi yakni Pulau Aru dan Pulau Jandena.
Selain itu, Inpex diharuskan melakukan pre-FEED untuk kapasitas 9,5 mtpa plus 150 MMSCFD dan 7,5 mtpa plus 474 MMSCFD. "Pre Feed saja. Nanti dari situ diputuskan, kan tanya lagi, ya nanti ditanya. Pre-Feed-nya itu terserah Inpex," ungkap Mantan Menteri Perhubungan ini.
Sebagai informasi, pelaksanaan dua opsi pre-FEED ini sudah disampaikan pemerintah melalui surat resmi pada awal Februari silam. Kemudian, Inpex menyanggupi pelaksanaan pre-FEED dengan dua opsi di dalam surat tertanggal 24 Februari lalu asal kajian dua opsi ini dilakukan sebelum pre-FEED.
.jpg)
Blok Masela (Foto: Media Indonesia)
Alasannya agar pre-FEED bisa dilakukan dalam satu opsi pembangunan kilang saja, sehingga biaya kajiannya bisa lebih efisien. Inpex mulai mengelola blok Masela sejak 1998 silam, saat ditandatanganinya kontrak bagi hasil produksi (Production Sharing Contract/PSC) dengan jangka waktu 30 tahun.
Setelah itu, rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) pertama blok Masela ditandatangani pemerintah di 2010. Inpex memiliki hak partisipasi sebesar 65 persen sedangkan sisanya dikempit oleh Shell. Kemudian di 2014, Inpex bersama Shell merevisi PoD setelah ditemukan cadangan baru gas di Lapangan Abadi, Masela dari 6,97 TCF ke angka 10,73 TCF.
Di dalam revisi tersebut, kedua investor sepakat akan meningkatkan kapasitas fasilitas LNG dari 2,5 MTPA menjadi 7,5 MTPA secara terapung (offshore). Namun, Presiden Joko Widodo meminta pembangunan kilang LNG Masela dilakukan dalam skema darat (offshore).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News