Hal itu menanggapi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa ada potensi PT PLN (Persero) gagal bayar utang.
Fabby menjelaskan, dahulu alasan pertama program 35 ribu mw dibuat untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi di 2015-2016 yang diproyeksikan mencapai tujuh persen. Tetapi realisasinya masih sangat jauh. Hingga akhir 2017 ini saja proyeksi hanya 5,3 persen.
Lalu, proyeksi pertumbuhan listrik yang juga ditargetkan mencapai delapan atau sembilan persen, realisasinya hanya empat persen. Melihat dua poin itu, menurutnya, perlu ada perbaikan program 35 ribu mw.
"Nah, adanya perbaikan asumsi 35 ribu mw, sebenarnya kebutuhan untuk investasi 35 ribu mw yang harus di-deliver sampai 2019 kan tidak sebesar yang diperkirakan semula," kata Fabby saat ditemui di Hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu 27 September 2017.
Ia mengatakan, dalam program 35 ribu mw seharusnya PLN tidak memaksakan diri untuk membangun 10 ribu mw pembangkit dan dan ratusan kilometer transmisi karena biaya pembangunan dua komponen tersebut sangat besar.
"PLN juga yang 10 ribu mw tidak perlu konstruksi semua. Dan, pembangun jaringan yang sekian ratus KM itu, yang jaringan itu kan hampir Rp300 triliun dianggarkan tidak perlu dibangun sebanyak itu," ungkap dia.
Sebelumnya, beredar surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan adanya potensi gagal bayar utang oleh PLN lantaran penurunnya kinerja keuangan, terbatasnya pendanaan inernal PLN untuk investasi, jatuh tempo pinjaman terus meningkat, penjualan listrik tidak sesuai target, dan adanya kebijakan pemerintah meniadakan kenaikan TTL yang berpotensi gagal bayar utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News