Angka ini lebih tinggi dibanding usumsi awal yang diajukan Pemerintah dalam APBNP 2016 yakni USD35 per barel. Namun, lebih rendah dari yang disepakati di rapat internal Komisi VII DPR tanpa Pemerintah sebesar USD45 per barel.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara usai rapat kerja di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016) menjelaskan, angka USD40 per barel dengan perhitungan rata-rata ICP selama ini USD36 per barel.
Namun, karena akhir-akhir ini harga minyak dunia pun mulai merangkak naik, maka antara Juli hingga Desember dietimasikan adanya kenaikan menjadi rata-rata USD45 per barel.
"Jadi kalau lihat rata-rata setahun di angka USD40 per barel," kata Suahasil.
Dirinya menjelaskan, setiap kenaikan ICP USD1 per barel, maka dampaknya ke pertambahan penerimaan yakni USD660 miliar. Sehingga jika yang disepakati lebih tinggi USD5, penerimaan pun akan ditaksir naik dari hitungan saat revisi diajukan.
Namun di sisi lain, peningkatan subsidi juga menjadi perhatian karena Pemerintah masih mengimpor minyak dan BBM sepeti solar.
Selain ICP, lifting minyak disepakati 820 ribu barel per hari atau lebih tinggi dari usulan revisi Pemerintah 810 ribu barel dari asumsi sebelumnya dalam APBN 830 barel per hari. Serta lifting gas 1.150 barel per hari setara minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News