Vice President Development Integrated Supply Chain (ISC) Hasto Wibowo mengungkapkan, konsumsi premium pada tahun ini diperkirakan hanya sebanyak 164,6 juta barel atau sekitar 15 juta barel per bulannya. Kondisi ini menurun jika dibandingkan 2015 lalu dengan konsumsi premium sebanyak 175 juta barel.
"Demand premium mengalami penurunan tahun ini. Ada penurunan penyebabnya ada kenaikan konsumsi dari pertalite dan pertamax," ujar Hasto, dalam Workshop Pertamina ISC, di Kantor Pusat Pertamina, Jalan Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta Pusat, Jumat (11/3/2016).
Pemenuhan kebutuhan Premium selama tahun ini, jelas dia, masih didominasi oleh impor sebanyak 96 juta barel. Ini karena kilang minyak lokal hanya mampu memproduksi sebesar tujuh juta barel per bulan. "Kan butuhnya sekitar 15 juta barel per bulan, tapi yang dihasilkan tujuh juta barel. Artinya ballance kan delapan juta diimpor," papar dia.
Sementara untuk konsumsi pertamax pada tahun ini diprediksi sekitar 1,8 juta barel per bulannya atau 21,6 juta barel selama 2016. Pemenuhan BBM jenis pertamax ini berasal dari kilang dalam negeri sebanyak 800 ribu barel dan satu juta barel kekurangannya harus diimpor agar mencapai titik keseimbangan.
Sedangkan untuk konsumsi solar sebanyak 13 juta barel setiap bulan atau sekitar 156 juta barel selama 2016. Untuk solar, Pertamina kini tak lagi mengimpor karena sudah melakukan pengembangan dan penambahan kapasitas kilang dalam negeri.
"Kebutuhan pertamax yang menggambarkan tipical demand-nya sekitar 1,7-1,8 juta barel per bulan. Sedangkan solar kebutuhannya kurang lebih 13 juta per bulan. Solar kita tidak impor," pungkas Hasto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News