Listrik sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan juga pelaku industri yang terus berkembang, sehingga kebutuhannya akan terus meningkat tiap tahunnya seiring dengan terus bertumbuhnya populasi masyarakat di Indonesia. Maka permintaan transformator akan semakin meningkat meskipun pelaku industri dalam negeri belum mampu memenuhinya.
Direktur PT Sintra Sinarindo Elektrik, perusahaan penyedia transformator, Yohanes Purnawan Widjaja mengatakan saat ini bahan baku dalam pembuatan transformator masih banyak bergantung pada impor. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pelaku usaha bisa menciptakan bahan baku dari dalam negeri, sehingga mampu menekan biaya produksi.
"Kami masih banyak mengimpor bahan baku untuk produksi transformator dari Jepang, Korea dan Tiongkok. Ini dilakukan bukan karena tidak bisa atau tidak mau menambahkan bahan lokal. Tetapi karena bahan yang kami butuhkan untuk memproduksi transformator memang masih belum tersedia di Indonesia," ungkapnya dikutip dari keterangan pers, Minggu (18/12/2016).
Namun demikian, bisnis transformator sangat menjanjikan di Indonesia. Angka pertumbuhan pasar trafo mencapai 30 persen per tahun seiring dengan meningkatnya kebutuhan listrik di dalam negeri, baik itu untuk perorangan maupun dunia industri.
"Terlebih proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang tengah di kejar pemerintah akan menjadi potensi pasar yang menjadi rebutan produsen transformator dalam negeri," kata dia.
Sedangkan Ketua Umum HAEI, Ir. Achmad Sutowo Sutopo menambahkan bahwa potensi bisnis trafo masih sangat besar di Indonesia dan diperkirakan akan terus membesar dalam beberapa waktu kedepan.
"Seminar sehari ini memberikan gambaran betapa besarnya potensi bisnis trafo di dalam negeri dalam menunjang program pemerintah untuk elektrisasi masyarakat seluruh Indonesia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News