Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan perusahaan yang membangun smelter bukan hanya berasal dari perusahaan tambang pemegang IUPK. Namun ada juga perusahaan nontambang yang memegang izin usaha industri (IUI) yang merupakan empat perusahaan asing.
Meidy menjelaskan ketidakadilan perlakuan tersebut yakni terkait kewajiban yang dikenakan pada IUI tidak sebanding dengan yang diberlakukan pada IUPK. Dia bilang, IUPK diminta melaksanakan 13 kewajiban yang harus dibayarkan ke negara. Satu saja kewajiban tidak dilaksanakan maka pemerintah akan mencabut IUP perusahaan.
Dia mencontohkan sepanjang Januari-Agustus 2019, para penambang bijih mineral di domestik sudah membayar kewajiban pajak dan royalti ke negara sebesar hampir USD120 juta. Selain itu membayar bea keluar untuk ekspor kadar rendah sekitar USD106 juta. Sementara perusahaan IUI tidak dibebankan apapun juga.Padahal kata, Meidy, baik IUP dan IUI membuah hasil produk yang sama dan mendapatkan fasilitas yang sama.
"Pemerintah kenapa membuat pengusaha nasional cemburu, padahal kita anak kandung. Kami sudah diminta 13 kewajiban, kalau satu enggak bayar maka diborgol. Kalau mau berlayar untuk ekspor mesti ada izin dari syahbandar. Ekspor harus dapat sertifikat dari surviyor, kalau tanpa sertifikat boleh keluar enggak? enggak. Tapi IUI apa sih yang mereka bayar? enggak ada. Mereka enggak bayar apa-apa," kata Meidy di kantor DPP APNI, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Agustus 2019.
Dalam kesempatan yang sama Bendahara Umum APNI Antonius Setyadi mengatakan IUP dan IUI tidak bisa dibandingkan secara apple to apple. IUI diisi oleh empat perusahaan asing raksasa.
Setyadi bilang satu perusahaan bisa membangun sekitar 100 line atau tungku smelter. Satu tunggu nilai investasinya bisa mencapai USD100 juta. Artinya bisa dibayangkan membangun 100 tungku berarti investasinya mencapai USD10 miliar.
"Kita pengusaha kecil (nasional) dari 50 perusahaan, masing-masing perusahaan paling bisa bangun dua tungku," tutur Setyadi.
Lebih lanjut dia menambahkan pemerintah menginginkan agar pengusaha nasional membangun fasilitas smelter sebagai upaya hilirisasi dan penciptaan nilai tambah. Namun yang menguasai adalah pihak asing. Sebagai informasi, empat perusahaan asing yang bergerak di industri smelter tanah air yakni PT Virtue Dragon Nickel Industry, PT Sulawesi Mining Investment, PT Huadi Nickel Alloy, PT Harita Nickel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News