Ilustrasi -- FOTO: Antara/Rekotomo
Ilustrasi -- FOTO: Antara/Rekotomo

Penetapan Harga Premium Masih Dikaji

Gabriela Jessica Restiana Sihite • 09 Januari 2015 19:59
medcom.id, Jakarta: Rencana penetapan perubahan harga premium dari sekali dalam sebulan menjadi dua minggu sekali masih dikaji oleh pemerintah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, saat ini pemerintah masih melihat perkembangan harga minyak mentah dunia yang terus menurun.
 
Sudirman mengungkapkan, pemerintah telah memikirkan dua mekanisme penetapan harga premium, yakni tetap menjalankan penetapan harga setiap satu bulan dan setiap dua minggu. Pasalnya, harga minyak dunia terus berfluktuatif hingga saat ini yang berada pada level USD53,83 per barel pada 6 Januari silam.
 
"(Peraturan) yang sudah keluar kan minimal setiap bulan akan diumumkan. Namun, kalau fluktuasi (harga minyak dunia) begitu tajam, saya rasa ada ruang untuk me-review kebijakan tersebut," kata Sudirman, di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/1/2015).

Ia menuturkan, saat ini, kebijakan penetapan harga premium masih menggunakan mekanisme pengubahan setiap satu bulan. Perhitungan harga premium untuk Februari 2015 akan ditentukan oleh harga minyak dunia dan kurs rupiah pada periode 25 Desember 2014-24 Januari 2015.
 
Kepala Unit Pengendali Kinerja Kementerian ESDM, Widhyawan Prawiraatmadja, mengatakan mekanisme penentuan harga premium tersebut belum dapat dikatakan sebagai mekanisme pasar karena dilakukan dalam periode tertentu. “Kalau mengikuti pasar kan harganya berubah setiap hari,” kata Widhyawan.
 
Ia menuturkan pemerintah tidak diperbolehkan menggunakan mekanisme tersebut karena Pertamina masih sebagai badan usaha milik negara tunggal yang menjual BBM kepada masyarakat. Peran pemerintah harus dominan di dalam menentukan harga BBM.
 
“Peran pemerintah juga terlihat karena adanya penugasan bebas biasa distribusi untuk daerah di luar Jamali (Pulau Jawa, Madura, Bali),” tutur Widhyawan.
 
Di kesempatan berbeda, Anggota Komisi VII DPR-RI Satya Widya Yudha mengatakan penentuan harga premium setiap dua minggu akan membuat mekanisme terus mendekati mekanisme pasar. Hal tersebut, menurutnya, melanggar UUD 1945 dimana BBM yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak diperbolehkan mengikuti harga pasar.
 
Ia berpendapat semakin cepat rentang waktu harga premium berubah, pemerintah bisa dianggap menggunakan mekanisme pasar. Padahal, mekanisme tersebut juga tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 2/2003 yang mencabut mekanisme pasar.
 
Oleh karena itu, Satya menyarankan pemerintah untuk tetap menggunakan mekanisme perubahan harga setiap bulan. Dengan mekanisme tersebut, masyarakat juga tidak akan terlalu dikagetkan dengan perubahan harga yang begitu cepat.
 
"Sesuai Putusan MK No 2/2003, BBM tidak boleh diterapkan dengan mekanisme pasar. Jika kajian terlalu pendek, sama saja dengan mekanisme pasar," imbuh Satya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan