Disampaikan Menko Perekonomian Sofyan Djalil, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (31/12/2014), ada tujuh dasar hukum yang digunakan dalam menurunkan harga BBM.
Pertama, berpegangan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Ketiga, menggunakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Keempat, berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi. Kelima, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009.
Keenam, menggunakan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005 Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009. Ketujuh, berdasarkan Putusan MK No. 002/PUU-I/2003 terkait Pasal 28 UU Migas.
"Pasal 28 UU Migas semula menentukan bahwa 'harga BBM/gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar'. MK dalam putusannya menyatakan pasal ini tidak mengikat," jelas Sofyan.
Dia menambahkan, MK kemudian menetapkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak, seperti BBM dan gas bumi ini.
"MK berpendapat bahwa penentuan/penetapan harga BBM tetap di tangan pemerintah. Pemerintah mengeluarkan PP 30 tahun 2009 yang menyebutkan 'harga BBM dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah'," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News