Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pembangunan pabrik green diesel untuk B100 membutuhkan waktu tiga tahun. Selama proses itu, pemerintah akan menerapkan percampuran 35 persen solar minyak bumi dan 65 persen biodiesel.
"Karena B100 itu investasinya agak khusus, jadi itu teknologinya lain. Begitu invest mungkin 3-4 tahun baru keluar hasilnya," ujarnya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2019.
Namun demikian, pemerintah akan terlebih dahulu menerapkan B30 setelah sukses merealisasikan B20 sejak 2016 lalu. Uji coba B30, kata Darmin, berakhir pada September nanti sehingga kebijakan itu dapat diterapkan tahun depan.
"Awal 2020. Tapi kan kita bisa coba. Bisa di November (2019), karena pengetesan akan selesai September pertengahan," tutur Darmin.
Ia menambahkan implementasi B100 setidaknya membutuhkan investasi sebesar USD20 miliar. Investasi itu akan berasal dari swasta yang bergerak di sektor minyak kelapa sawit.
"Itu swasta, yang punya pabrik kelapa besar-besar itu, sehingga mereka yang harus ikut mempertahankan posisi kelapa sawit dong," pungkasnya.
Adapun penggunaan biodiesel jenis B20 telah menurunkan impor solar sebesar 45 persen pada 2019. Dari jumlah itu, pemerintah berhasil menghemat USD1,66 miliar atau setara Rp23,57 triliun.
Penurunan itu dikarenakan penggunaan Fatty Acid Methyl Eter (FAME) atau turunan minyak sawit mentah (CPO). Penyaluran FAME untuk B20 pada Januari-Juli 2019 mencapai 3,49 juta kiloliter.
Sementara realisasi penggunaan B20 hingga Juli 2019 mencapai 97,5 persen. Hingga akhir tahun penggunaan B20 diproyeksi hingga 6,197 kiloliter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News