Ilustrasi - - Foto: Kementerian ESDM
Ilustrasi - - Foto: Kementerian ESDM

Penghapusan Jatah Negara Tak Cukup Buat Harga Gas USD6

Suci Sedya Utami • 18 Februari 2020 19:26
Jakarta: Wakil Ketua Dewan Pakar Institut Teknologi Surabaya (ITS) Satya Wira Yudha menilai penghapusan jatah negara (government take) tidak cukup untuk menurunkan harga gas sesuai amanat dalam Perpres 40 Tahun 2016.
 
Penghapusan jatah negara menjadi salah satu opsi pemerintah dalam mengupayakan penurunan harga gas industri. Saat ini harga gas industri masih berada pada angka di atas USD9 per MMBTU. Sementara dalam Perpres 40, harga gas diamanatkan sebesar USD6 per MMBTU. Artinya ada gap atau selisih USD3 per MMBTU.
 
"Government take kita buat nol saja enggak nyampe," kata Satya ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Februari 2020.
 
Mantan Ketua Komisi VII DPR ini mengatakan penghapusan jatah negara hanya akan berkontribusi pada penurunan maksimal sebesar USD2 per MMBTU. Dengan kata lain, harga gas masih akan di atas amanat Perpres.

"Ya USD7 lah, belum bisa ke Perpres itu," tutur politik Golkar ini.
 
Oleh karenanya, evaluasi harus dilakukan di semua lini. Baik pengurangan jatah negara maupun menekan kontraktor. Ia bilang hilir juga harus melakukan efisiensi.
 
"Jadi semua harus berkontribusi, Dewan Pakar ITS menginginkan agar evaluasi dilakukan di semua lini," jelas Satya.
 
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) siap untuk mengurangi jatah negara dari penjualan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di hulu. Ini dilakukan demi memastikan agar harga gas yang sampai ke konsumen industri bisa ditekan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2016 sebesar USD6 per juta british thermal unit (million british thermal unit/MMbtu).
 
Hal tersebut diutarakan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam paparan laporan kinerja di sektor ESDM. Dari tiga opsi yang diusulkan untuk menurunkan harga gas yakni pemangkasan atau penghilangan jatah pemerintah, domestic market obligation (DMO) atau pemanfaatan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri, dan membuka keran impor. Namun pihaknya hanya menyepakati dua poin.
 
"Dari tiga alternatif tersebut, kita ambil poin satu dan dua untuk kita evaluasi," kata Arifin.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan