Illustrasi. Reuters/AXEL SCHMIDT.
Illustrasi. Reuters/AXEL SCHMIDT.

Harga Minyak Tetap Jadi Tantangan Industri Hulu Migas Tahun Depan

Annisa ayu artanti • 29 Desember 2016 19:23
medcom.id, Jakarta: Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dituntut terus menghasilkan laba meskipun berada ditengah kondisi global yang kurang mendukung. Para penggiat industri mengungkapkan, masih melihat harga minyak dunia sebagai tantangan yang besar di tahun depan. 
 
Director Indonesia Petroleum Association (IPA), I Tenny Wibowo mengatakan, harga minyak yang turun drastis pada tahun 2016 menjadi tantangan terberat dalam menggerakan sektor ini. Penemuan cadangan migas yang seharusnya dapat dieksplorasikan banyak yang terbaikan karena tidak sesuai dengan standar keekonomian. 
 
President dan General Manager Santos Indonesia ini mengatakan, ditengah kondisi seperti saat ini untuk mengembangkan satu lapangan kecil saja sulit. Hal itu diungkapkannya karena dananya tidak tersedia.

"(Harga minyak) Penting, karena harga turun drastis dalam dua tahun. Ini ukuran-ukuran cadangan yang dikembangkan lebih menantang. Dulu yang kecil bisa dikembangkan dulu. Sekarang tidak. Semua cost revenue turun sehingga dana yang tersedia untuk investasi turun," kata Tenny beberapa waktu lalu di Jakarta, seperti yang diberitakan Kamis (29/12/2016).
 
Sementara itu, senada dengan Tenny, Vice President Human Resources Total E&P Indonesie Arividya Novianto mengatakan, harga minyak dunia masih menjadi tantangan besar pada tahun depan dalam mengembangkan industri ini. Meskipun, para negara anggota Organization of The Petroleum Exporting Countries (OPEC) telah memutuskan pemangkasannya produksi 1,2 juta barel per hari (bph).
 
"Tahun depan harga minyak masih tantangan," ungkap Novianto.
 
Memang saat OPEC mengumumkan pemangkasan tersebut, harga minyak sedikit terkerek. Namun, ia belum bisa memastikan minyak dunia akan terus naik seperti yang diharapkan pada tahun depan.Pasalnya, pelaku industri juga terus menebak-nebak apakah negara-negara non-OPEC akan melakukan hal yang sama demi peningkatan harga minyak tersebut.
 
"Kan kita tidak tahu tahun depan. Sekarang emang naik," ucap Novianto.
 
Vice President Public and Goverment Affair ExxonMobil, Erwin Maryoto pun mengatakan hal yang sama. Kondisi industri hulu migas sangat bergantung pada harga minyak. Tahun 2016 memang diakuinya menjadi cobaan dalam kegiatan sektor hulu karena pada harga minyak sempat berada diangka terendah.
 
Akibatnya, belanja modal (capital expenditure/capex) diturunkan yang berdampak pada banyaknya perusahaan migas yang menjadi sangat selektif dalam melakukan kegiatan di lapangan atau sumur migas. 
 
"Industri Hulu Migas dimasa yang sulit harga minyak rendah. Dengan demikian capex menjadi turun. Jadi kita selektif," ujar Erwin.
 
Tak hanya di Indonesia, Erwin menambahkan, kondisi ini terjadi di seluruh dunia. ExxonMobil, sebagai salah satu perusahaan migas besar asal Amerika Serikat yang mengoperatori banyak lapangan migas, juga mencari lapangan prioritas sesuai dengan modal yang mereka punya.
 
"Contoh ExxonMobil kita beroperasi diseluruh dunia. Kita punya potensi proyek dunia. Tapi cari prioritas. Kalau modal tidak terbatas ya semua dikembangkan," kata Erwin.
 
Kendati demikian, Pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus menekan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk bisa mencapai target produksi pada tahun depan. 
 
Berdasarkan data yang didapatkan Metrotvnews.com, Pemerintah menargetkan lifting atau produksi siap jual minyak tahun 2017 sebesar 815.000 bph dan lifting gas sebesar 1.150 ribu boepd.
 
Dalam data tersebut ditargetkan, lifting minyak Total E&P Indonesie atas blok Mahakam ditargetkan 52.852 bph. Sementara, lifting gas sebesar 1.164 BCF. Kemudian untuk blok Cepu yang dioperatori ExxonMobil ditargetkan dapat memproduksi 200.000 bph.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan