Menteri ESDM Sudirman Said saat forum pimpinan energi baru terbarukan dan konservensi energi (EBTKE). (FOTO: MTVN/Suci Sedya Utami)
Menteri ESDM Sudirman Said saat forum pimpinan energi baru terbarukan dan konservensi energi (EBTKE). (FOTO: MTVN/Suci Sedya Utami)

DKE Tak Dipungut dari Masyarakat, Pemerintah Gunakan APBN

Suci Sedya Utami • 05 Maret 2016 16:30
medcom.id, Bandung: Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan dana ketahanan energi (DKE) tidak akan dipungut dari masyarakat melalui pembelian bahan bakar minyak (BBM) seperti disampaikan sebelumnya.
 
Hal tersebut diungkapkan Sudirman dan menjadi salah satu poin yang dibahas dalam forum pimpinan energi baru terbarukan dan konservensi energi (EBTKE) di Hotel Padma, Bandung, Sabtu (5/3/2016).
 
Nantinya, DKE akan dipungut dari dana hibah baik dari dalam ataupun luar negeri, pinjaman dan juga dana APBN. Dari dana APBN pungutan dibebankan dalam bentuk premi pengurasan fosil, dana dari penggunaan bahan bakar fosil, serta dana dari badan usaha energi tak terbarukan yang dihimpun BPH Migas dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Tidak ada lagi memungut dari masyarakat. Sumbernya dari APBN, dipungut dari badan usaha bukan dari masyarakat," kata Sudirman.
 
Dalam kesempatan yang sama, Direktur PNBP Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Anandy Wati menjelaskan meskipun dipungut dari APBN, namun Pemerintah tidak mengalolasikan anggaran secara khusus untuk DKE.
 
Menurut Anandy, pos dalam APBN sudah habis. Jikalau nantinya ada pos anggaran muncul dengan nama DKE, sebenarnya dimungkinkan. Namun tak ada uang yang khusus untuk pos tersebut. Sehingga alokasi DKE yang diambil dari APBN yakni dengan menggeser beberapa anggaran energi yang dinilai sudah tidak seharusnya diberikan.
 
"Pos APBN kan sudah abis. Ya cuma dimungkinkan saja digeser-geser. Posnya mungkin akan muncul, tapi mungkin dananya atau kuenya kan cuma segitu-gitu hanya bisa digeser-gesar," tutur Anindy.
 
Misalnya saja seperti subsidi listrik untuk golongan 450 watt, banyak masyarakat mampu yang masih menerima subsidi tersebut. Seperti misalnya rumah kos-kosan yang masih mendapatkan subsidi tersebut. Padahal dari pendapatannya termasuk dalam golongan yang tak berhak menerima subsidi.
 
Anindy mengatakan, dari Kementerian Keuabgan menginginkan efisiensi subsidi agar tepat sasaran. Saat ini pihaknya bekerjasama dengan TNP2K untuk mendata keluarga miskin yang yang berhak mendapat subsidi.
 
"Dari upaya ini misalnya ada Rp30 triliun yang bisa dihemat, itu yang akan kita switch (pindahkan) untuk DKE yang lebih bermanfaat untuk masyarakat," jelas dia.
 
Selain itu, pungutan DKE melalui APBN juga dibebankan pada iuran badan usaha melalui PNBP yang dikumpul BPH Migas. Selama ini, BPH Migas diberikan untuk menggunakan dana iuran tersebut untuk kegiatan pengawasan dan sebagainya, namun pada kenyataannya penyerapan dana tersebut tidak secara optimal sehingga nantinya akan digeser alokasinya ke DKE.
 
Misalnya saja pungutan dari badan usaha berasal dari SPBU yang membayar iuran pada BPH Migas. Perkara badan usaha mengambil dari margin mereka itu tak masalah, yang penting badan usaha tersebut punya kewajiban dan kontribusi.
 
Kebijakan pungutan DKE salah satunya ditujukan untuk membantu masyarakat pada saat harga minyak di masa mendatang kembali naik. Pemerintah memikirkan agar kenaikan tersebut nantinya tak membebankan masyarakat, sehingga ada semacam subsidi dari DKE.
 
"Pada saat harga premium naik atau harga BBM yang dikonsumsi masyarakat terbesar naik, pola pengendaliannya dikeluarkan apakah dalam bentuk subsidi atau dalam bentuk lain sehingga masyarakat enggak terbebani," jelas Anindy.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan