Gubernur OPEC dari Indonesia Widhyawan Prawiraatmadja tidak menampik harus ada konsultasi dengan pihak-pihak terkait untuk memperkuat landasan hukum dari pemberlakukan DKE pada tahun ini. Hal ini penting agar nantinya DKE bisa diarahkan untuk mendorong pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
"DKE ini harus ada landasan hukum yang pas. Harus konsultasi dengan seluruh stakholders dan dengan parlemen, khusunya Komisi VII DPR RI. DKE ini saya rasa baik karena bisa mendorong bagaimana pengembangan EBT," kata Widhyawan, dalam acara The Economist Event, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (25/2/2016).
Dirinya tidak menampik, perlu ada Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) terkait pungutan DKE ini. Jika payung hukum sudah jelas dan kuat maka penghimpunan DKE ini bisa digunakan sebagai tabungan dalam upaya pengembangan EBT di Indonesia.
Kendati demikian, Widhyawan menegaskan, pungutan DKE ini bukan sekadar kelengkapan legalitas pungutan namun lebih kepada bagaimana menjaga kestabilan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan pergerakan transisi mengenai ketergantungan energi yang berasal dari fosil mengarah kepada penggunaan EBT.
"Memang harus ada PP atau Perpres. Khusus kelengkapan ini bukan soal legalitas pungutan. Bukan. Tapi, ada kebutuhan menjaga kestabilan harga BBM sehingga kita bisa lakukan adjustmen yang tidak tinggi. Selain itu, transisi ketergantungan fosil kepada EBT yang seharusnya jadi tujuan bersama," tuturnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, tidak ada yang bisa menjamin harga minyak dunia terus berada di angka yang rendah seperti sekarang ini. Pada sisi lain, perlu ada upaya pemanfaatan secara maksimal EBT sebagai energi bersih karena cadangannya terbilang besar.
"Ada gap memang energi dari fosil dengan biaya menggunakan EBT. Tapi, minyak dunia siapa yang bisa jamin tidak lagi di level USD100. Nah, EBT harus distabilkan. Ini bukan sebagai subsidi tapi sebagai investasi yang baik di masa depan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News