Elpiji 3 kg. MI/Amiruddin Abdullah Reubee
Elpiji 3 kg. MI/Amiruddin Abdullah Reubee

Cegah Migrasi Elpiji, Penerapan Sistem Kupon Dinilai Ideal

Gabriela Jessica Restiana Sihite • 03 Maret 2015 14:25
medcom.id, Jakarta: Disparitas harga elpiji 12 kilogram (kg) dan elpiji 3 kg yang dinilai cukup besar bisa berdampak pada migrasi konsumen ke elpiji 3 kg. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengimplementasikan mekanisme distribusi tertutup.
 
Mantan Ketua Dewan Gubernur OPEC Maizar Rahman menilai sistem kupon merupakan sistem yang paling disarankan untuk diimplementasikan kepada masyarakat. Sistem itu memang bukan sistem yang benar-benar tertutup karena elpiji 3 kg masih bebas dijual ke pasar terbuka. Namun, dengan kupon, masyarakat bisa memperoleh elpiji 3 kg dengan harga subsidi, sedangkan jika tidak menggunakan kupon, harga yang diberikan adalah harga pasar.
 
Dia juga menyatakan, sistem kupon ini juga dapat mencegah pengoplosan dan kelangkaan. Pencegahan kelangkaan, maksud Maizar, dapat diterapkan melalui disparitas harga elpiji 3 kg yang menggunakan kupon dan dengan yang tidak.

"Yang pakai kupon, harganya yang menggunakan Rp4.000 per kg. Kalau yang tidak, harganya sama dengan yang nonsubsidi per kg. Masyarakat akan berpikir ulang untuk beli," kata Maizar di Jakarta, Selasa (3/3/2015).
 
Selanjutnya, untuk mencegah agar kupon tidak digandakan, lanjut Maizar, pemerintah bisa menggunakan kupon yang nilainya lebih mahal.
 
Di samping itu, penyaluran elpiji bersubsidi itu bisa lebih mudah diawasi. Penerima elpiji bersubsidi mendapatkan kupon dari kantor pos. Kupon itu, menurut Maizar, bisa diintegrasikan dengan penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang menggunakan basis data dari TNP2K.
 
Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangab Kemiskinan (TNP2K), terdapat 96,7 juta individu yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang rendah atau 24,7 juta rumah tangga.
 
Dengan ada dua harga tersebut, Maizar mengatakan keuntungan bagi penjual juga akan lebih meningkat. "Pengecer juga lebih mudah menjualnya ke masyarakat. Kalau pakai kartu kan belum tentu alatnya sudah ada," cetusnya.
 
Menurutnya, kartu kendali yang pernah diterapkan oleh pemerintah pada 2010 silam, sangat rumit pengawasannya. Kartu yang harus melalui birokrasi pusat, daerah, hingga tingkat kelurahan atau desa, dinilainya sangat rumit dan tidak bisa diawasi secara ketat.
 
Saat ini, yang diterapkan untuk mengawasi pendistribusian elpiji 3 kg adalah dengan operasi pasar yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero). Mekanisme itu dinilai tidak disarankan karena rentan pengoplosan, kelangkaan, dan tidak tepat sasaran.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WID)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan