"Kita menunggu dari Chevron untuk mulai, dari sisi pemerintah sudah menyiapkan agar mereka bisa mulai. Pertanyaannya kalau tidak mulai-mulai bagaimana," ucap Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, di Kementerian ESDM, Jalan MH. Thamrin Jakarta, Rabu 3 Mei 2017.
Arcandra mengungkapkan, rencana pengembangan (Plan of Development/POD) IDD telah disetujui pada 2008, namun Chevron melakukan perubahan dengan menambah nilai investasi sebesar USD12 miliar. Revisi POD tersebut sampai saat ini belum diajukan ke pemerintah.
"Kita sudah siapkan tapi dari mereka belum ada," imbuhnya.
Dia menambahkan, jangka waktu Chevron melakukan eksplorasi proyek IDD harus mencapai 10 tahun. Pemerintah akan mengkaji kembali bila Chevron tak dapat memenuhi persyaratan tersebut. Adapun pengembangan lapangan IDD akan menambah pasokan sekitar 800 MMSCFD.
"Eksplorasi itu total 10 tahun, setelah development, itu mereka harus komit. Kalau enggak komit maka harus dilihat pemerintah," tegas mantan Menteri ESDM ini.
Sekadar diketahui, proyek IDD sudah mengantongi persetujuan POD pada 2008. Tetapi, setelah tahap Front End Engineering Design (FEED) pada 2013, biaya yang dibutuhkan proyek meningkat dari sekitar USD6,9 miliar menjadi USD12 miliar.
Karena itu, perusahaan asal Amerika Serikat ini perlu merevisi POD. Namun pemerintah selalu memberikan penolakan karena proposal tidak lengkap secara adminstrasi dan Chevron meminta insentif yang tidak ada dalam kontrak, yakni credit investment.
Chevron meminta investment credit atau hak ganti rugi kepada pemerintah dengan persentase yang sangat tinggi sebesar 240 persen. Padahal, maksimal investment credit yang diminta KKKS itu hanya 100 persen.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi, produksi lapangan Gendalo dan Gehem diperkirakan mencapai 1,1 miliar kaki kubik gas alam dan 47 ribu barel kondensat per hari. Sedangkan proyek IDD Tahap I di lapangan Bangka sudah berproduksi sejak akhir Agustus 2016 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News