Apalagi, kata JK, pada saat harga minyak dunia turun, perusahaan mewajibkan penggunaan AC hanya maksimal 25 derajat celcius saja. Ini berarti para pekerja harus memakai pakaian yang nyaman di saat panas, dan pilihannya adalah batik.
"Sebenarnya batik ini berkaitan juga dengan keekonomian. Sebelumnya, batik dimulai dalam acara apapun pada 10 tahun lalu, dulu juga setiap acara pakai jas. Pada saat krisis energi semua AC kantor hanya boleh 25 derajat, maka pada pakai batik," kata JK, di Ritz Carlton, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Dirinya menambahkan, perawatan batik yang murah juga bisa menjadi keunggulan lain memakai batik. Sementara jika menggunakan setelan jas, maka pencuciannya harus dilakukan dengan laundry yang biayanya mahal.
"Jas itu mengurusnya mahal. Kalau pakai itu di perusahaan, AC-nya harus dingin dan malah bisa meningkatkan ongkos perusahaan. Jas harus di laundry setiap hari kalau batik kan bisa cuci dengan tangan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News