"Bagaimana kita mengubah pola pikir ini. Kita mereduksi seolah-olah energi hanya berisi harga BBM. Masalahnya padahal besar, akan tetapi hanya dihabiskan dengan harga BBM," kata Sudirman, dalam seminar 'Indonesia dan Diversifikasi Energi', di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng Nomor 1, Jakarta, Selasa (14/4/2015).
Sudirman mengatakan, selama bertahun-tahun ini Indonesia mereduksi secara sederhana perihal energi dengan harga BBM. Padahal, ada yang lebih penting di mana Indonesia sejak 2008 sudah impor BBM tapi masih merasakan Indonesia kaya akan migas.
"Sejak 2008 sudah impor sudah impor BBM tapi masih rasa kaya migas. Kalau kita tidak berbuat apa-apa 10 tahun lagi, 80 persen BBM kita impor," ujar dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, beberapa paradoks yang terbangun di Indonesia lainnya adalah masih impor BBM dan tidak pernah serius bangun infrastruktur. Kemudian cadangan migas yang terus menurun tapi tidak ada dorongan kuat untuk eksplorasi.
"Yang lebih sedih, kita (Indonesia) habis-habisan menyubsidi energi yang akan habis," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News