Ilustrasi transaksi diigital. Foto: Unsplash.
Ilustrasi transaksi diigital. Foto: Unsplash.

Mengapa Konsumen Indonesia Makin Gemar Berbelanja via Social Commerce?

Arif Wicaksono • 11 Desember 2025 16:02
Jakarta: Popularitas social commerce di Indonesia terus menunjukkan tren meningkat. Laporan terbaru DoubleVerify (DV) bertajuk 2025 Global Insights: How Consumers and Marketers Use Walled Gardens mengungkap bahwa 52 persen konsumen Indonesia telah berbelanja melalui media sosial dalam setahun terakhir. Angka ini jauh di atas rata-rata Asia Pasifik yang berada di level 40 persen.
 
Baca juga: Blibli Festival Belanja Terbesar Akhir Tahun Histeria 12.12, Diskon Hingga Rp12 Juta

Temuan tersebut menegaskan media sosial kini tidak hanya berfungsi sebagai ruang hiburan, tetapi juga menjadi kanal transaksi utama bagi banyak konsumen.
 
DV mencatat bahwa 38 persen konsumen Indonesia menggunakan media sosial sebagai salah satu dari tiga sumber utama untuk mencari informasi sebelum membeli produk. Online review (64 persen) dan video review (55 persen) menjadi rujukan paling populer dalam proses riset.
 
Tingginya intensitas penggunaan media sosial turut memperkuat tren tersebut. YouTube menjadi platform paling dominan dengan tingkat penggunaan mingguan mencapai 90 persen, disusul Instagram (78 persen) dan Facebook (72 persen).

CEO DoubleVerify Mark Zagorski mengatakan kekuatan media sosial terletak kemampuannya memadukan komunitas, hiburan, dan pengalaman personal. Menurutnya, hal itulah yang membuat konsumen semakin nyaman melakukan transaksi di dalam platform yang sama.
 
“Walled gardens menawarkan skala dan kinerja, tetapi keberlanjutannya tetap bergantung pada transparansi dan kepercayaan,” ujar Zagorski dalam keterangannya.

Kemudahan Transaksi 

Kemudahan transaksi juga menjadi alasan utama mengapa social commerce begitu diminati. Konsumen dapat melakukan pencarian produk, membaca ulasan, hingga melakukan checkout dalam satu aplikasi. Proses belanja yang lebih efisien ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna mobile-first di Indonesia.
 
Namun di balik tren positif tersebut, pengiklan menghadapi sejumlah kekhawatiran. Tingginya volume konten buatan pengguna, ditambah munculnya deepfake berbasis AI, memicu risiko brand safety bagi para pemasar.
 
Senior Enterprise Sales Director DoubleVerify Indonesia, Theodorus Caniggia, menilai kondisi ini menuntut adanya pengukuran pihak ketiga yang independen. “Indonesia adalah pasar social-first dengan dinamika yang cepat. Kompleksitas algoritma dan semakin banyaknya konten membuat akuntabilitas menjadi kebutuhan mendesak,” jelasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan