Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Meliterasi Digital Masyarakat Jelang Pemilu

Ade Hapsari Lestarini • 25 Januari 2024 15:18
Jakarta: Menjelang pemilihan umum (Pemilu), penyebaran berita hoaks dinilai masif. Masyarakat pun diimbau untuk bisa meliterasi diri sendiri terhadap perkembangan teknologi tersebut.
 
Politik aliran yang dieksploitasi terkait SARA, salah ketika dikelola dengan berita-berita yang tidak bisa di pertanggungjawabkan. Musim pemilu ini diharapkan adanya kedamaian, sehingga tujuan dari politik sebenarnya adalah menyejahterahkan masyarakat.
 
Data Essential Digital Headlines mencatat, pada Januari 2023, dari 276,4 juta penduduk Indonesia, ada 167 juta orang yang menggunakan media sosial. Mengacu data tersebut, ada banyak orang yang menggunakan lebih dari satu handphone.

"Ruang media sosial terdapat juga berita hoaks, yang merupakan informasi, kabar, berita yang palsu atau bohong. Hoaks juga merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Serta ada upaya memutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan, namun tidak dapat diverifikasi kebenarannya," jelas anggota Komisi I DPR RI Lodewijk F Paulus dalam webinar Literasi Digital Ditjen Aptika Kominfo RI, dikutip Kamis, 25 Januari 2024.
 
 
Baca juga: Menkominfo ke Anak Muda: Kritis, tapi Jangan Sebar Hoaks!
 

Penyebab terjadinya hoaks


Lodewijk menuturkan penyebab terjadinya hoaks yakni adanya rasa ingin tahu seseorang mengenai suatu berita. Kedua, bias informasi merupakan sebuah fenomena di mana para pembaca hanya condong pada apa yang mereka yakini saja.
 
Sehingga, lanjut dia, jika ada informasi lain yang lebih faktual, maka dirinya lebih percaya dengan informasi lain yang sesuai dengan apa yang diyakini.
 
"Dengan perkembangan teknologi membuat orang mudah mendapat dan menyebarkan informasi. Hal tersebut dapat membuat dan menyebarkan informasi yang salah, sehingga berpotensi menyebabkan hoaks," kata Lodewijk.
 
Dia menyebutkan, ciri-ciri penyebaran berita hoaks yakni menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan atau pemujaan. Sumber berita tidak jelas, tidak ada pihak yang bisa dimintai klarifikasi atau tanggung jawab.
 
"Pesannya sepihak, dapat menyerang atau bahkan membela saja. Nama media menggunakan nama yang mirip media terkenal. Mencatut nama tokoh berpengaruh. Di Indonesia, dasar hukum untuk mencegah hoaks diatur dalam UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45A," terang Lodewijk.
 
Lodewijk menyampaikan beberapa hal yang dapat dilakukan jika menerima berita yang diragukan kebenaran informasinya yakni:
  1. Jangan mudah terprovokasi dengan judul berita yang diterima.
  2. Bersikap kritis terhadap apapun yang didapat.
  3. Gunakan logika saat mendapat suatu berita yang belum diketahui kebenarannya.
  4. Laporkan berita yang mengandung hoaks.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan