World Economic Forum (WEF) telah merilis daftar pekerjaan yang paling dibutuhkan pada 2025. Dalam daftar tersebut disebutkan, analis data menempati peringkat sebagai pekerjaan yang paling dibutuhkan di masa depan.
Digitalisasi mendorong profesi data analyst menjadi sangat dibutuhkan saat ini, terutama di dunia bisnis karena perilaku, selera, dan tren yang dekat dengan target pasar berubah dengan sangat cepat.
"Melihat hal tersebut, Refocus menyadari banyak potensi yang dapat digali dari sektor digital di Indonesia dan menyediakan program-program kelas untuk mendukung kebutuhan tersebut," ungkap CEO & Founder Refocus Education Project Roman Kumar Vyas, kepada Medcom.id, Selasa, 8 November 2022.
Oleh karena itu, untuk mengatasi gelombang resesi ekonomi, Refocus menyadari pentingnya mengambil langkah preventif bagi masyarakat. Salah satunya dengan menambah dan memoles keterampilan mereka, seperti mengikuti kelas pelatihan yang diadakan oleh para profesional untuk meningkatkan peluang mereka untuk bekerja di berbagai industri.
Baca juga: Meski Diterjang Gelombang PHK, Ekonomi Digital Diyakini Bakal Terus Bertumbuh |
"Di Refocus, kami membantu mahasiswa untuk memahami konsep dasar di bidang analisis data dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang relatif singkat. Tidak hanya itu, Refocus juga memiliki Career Center yang akan membantu siswa membuat CV dan portofolio yang kuat dan terhubung langsung dengan user untuk magang dan peluang kerja di perusahaan lokal terkemuka, yang merupakan bagian dari kemitraan Refocus. Selain itu, memiliki keterampilan dalam analisis data dapat meningkatkan pendapatan siswa dengan menjadi seorang freelancer," paparnya.
Transformasi digital bisa cegah PHK
Gelombang PHK massal telah melanda Indonesia dalam beberapa waktu belakangan semakin memperburuk keadaan yang sudah terjadi karena covid-19. Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mencatatkan lebih dari 1,2 juta karyawan dari 74.439 perusahaan terdampak kehilangan pekerjaan.Selain itu, gencarnya otomatisasi dan robotisasi pun dapat menambah risiko lebih banyak masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat. Menurut data yang diterbitkan pada November 2020 di Journal of Robotics and Control, pada lima negara ASEAN yang diteliti, peneliti menemukan 56 persen karyawan saat ini menghadapi risiko tinggi otomatisasi.
"Maraknya startup yang melakukan PHK belakangan ini tentunya juga terjadi karena banyak faktor, namun yang paling penting adalah bagaimana kaum profesional yang terdampak harus cerdas dalam melihat fenomena ini. PHK di satu tempat bukan berarti peluang di tempat lain tertutup, Kebutuhan transformasi digital perusahaan dari berbagai industri akan terus membutuhkan seorang profesional yang mahir di dunia teknologi dan digital," ujar dia.
Menurutnya, perusahaan pun akan mencari kandidat dengan keahlian di bidang teknologi, digital, dan e-commerce. Tenaga kerja dengan keterampilan membuat kecerdasan buatan (AI), otomatisasi, pengalaman menangani pelanggan, classing coding, dan pengembangan akan sangat dibutuhkan, sehingga para profesional harus melihat ini sebagai peluang bagi mereka untuk bersaing satu sama lain dalam mendapatkan pekerjaan ke depannya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News