Ilustrasi. Foto: AFP.
Ilustrasi. Foto: AFP.

Tertekan Kenaikan Inflasi AS, Bitcoin Masih Betah di Bawah USD64 Ribu

Husen Miftahudin • 14 Oktober 2024 12:35
Jakata: CEO Indodax Oscar Darmawan mengakui kenaikan inflasi Amerika Serikat (AS) turut membuat aset berisiko seperti bitcoin tertekan. Kondisi ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat harga bitcoin belum dapat melewati level USD64 ribu per koin.
 
Saat ini, bitcoin (BTC) berada di sekitar harga USD62 ribu, dan sempat berada di level USD59 ribu setelah laporan inflasi AS atau Consumer Price Index (CPI) untuk periode September 2024 menunjukkan hasil yang melebihi ekspektasi.
 
Data tersebut menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 2,4 persen secara tahunan, sedikit lebih tinggi dari proyeksi pasar yang diperkirakan sebesar 2,3 persen. Selain itu, inflasi inti, yang mengabaikan harga energi dan makanan, juga mencatat peningkatan menjadi 3,3 persen, melampaui prediksi yang sebesar 3,2 persen.

"Langkah Federal Reserve menurunkan suku bunga memang diharapkan mampu memberikan angin segar bagi pasar kripto. Namun kenyataannya, pasar masih merespons dengan hati-hati," ucap Oscar dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 14 Oktober 2024.
 
Oscar menekankan ketidakpastian ekonomi global, ditambah dengan perkembangan geopolitik yang terus berubah, turut mempengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan. Saat ini, pasar kripto secara keseluruhan sedang berada dalam fase konsolidasi, dengan banyak investor yang masih mengadopsi pendekatan 'wait and see'.
 
Menurut dia, potensi pemangkasan suku bunga yang biasanya menjadi katalis positif bagi bitcoin, belum mampu mengatasi tekanan negatif dari kondisi ekonomi global yang tidak stabil.
 
"Banyak investor yang masih menunggu kejelasan lebih lanjut dari arah kebijakan Federal Reserve sebelum mengambil keputusan investasi yang lebih agresif," tambah dia.
 

Bitcoin bakal pulih di kuartal terakhir 2024


Meskipun begitu, Oscar tetap optimis dalam jangka menengah hingga panjang, bitcoin memiliki peluang untuk kembali menguat, terutama jika inflasi berhasil ditekan dan kebijakan moneter mulai melonggar.
 
"Dibalik tekanan jangka pendek ini, saya melihat peluang yang cukup besar untuk bitcoin dapat pulih. Terutama jika kondisi ekonomi global membaik dan pelonggaran moneter terjadi lebih lanjut," tegas dia.
 
Faktor politik juga mulai memainkan peran yang penting dalam menentukan arah pasar kripto ke depan. Menjelang pemilihan presiden AS pada tahun ini, spekulasi mulai muncul terkait kemungkinan terpilihnya pemimpin yang lebih ramah terhadap aset digital, yang pada gilirannya bisa menjadi katalis positif bagi harga bitcoin dan aset kripto lainnya.
 
"Investor tetap optimis bitcoin dapat mengalami pemulihan pada kuartal terakhir tahun ini, terutama jika kebijakan ekonomi global lebih mendukung sektor kripto," kata Oscar optimistis.
 
Baca juga: Pasar Kripto Bakal Bergairah di Tengah Proyeksi Fed Pangkas Lagi Suku Bunga
 

Menanti Fed pangkas lagi suku bunga


Diketahui, Federal Reserve AS telah menetapkan target inflasi sebesar dua persen dalam jangka panjang, dan angka inflasi saat ini yang lebih tinggi dari target tersebut mengisyaratkan tantangan lebih lanjut bagi ekonomi AS, serta pasar kripto.
 
Inflasi yang lebih tinggi dari prediksi dapat mempengaruhi berbagai kelas aset, misalnya aset berisiko seperti bitcoin. Sementara penurunan suku bunga biasanya dianggap sebagai sinyal positif bagi aset digital dan komoditas lainnya, kenyataannya efek dari kebijakan moneter ini belum terasa dalam jangka pendek.
 
Pada September 2024, Federal Reserve telah menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin sebagai langkah untuk meredam inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, langkah tersebut belum cukup memberikan dorongan signifikan bagi harga bitcoin untuk mengalami lonjakan yang lebih tinggi.
 
Banyak pelaku pasar memperkirakan adanya potensi pemangkasan suku bunga tambahan sebesar 25 basis poin pada pertemuan November 2024. Akan tetapi, setelah data inflasi terbaru yang lebih tinggi dari ekspektasi, potensi untuk adanya pemangkasan suku bunga tambahan semakin berkurang.
 
Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran langkah pelonggaran moneter yang terlalu dini bisa memicu lonjakan inflasi lebih lanjut, yang pada gilirannya dapat mengganggu kestabilan ekonomi secara keseluruhan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan