Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine menyayangkan, rencana kebijakan mengenai pengenaan e-meterai pada T&C digital yang rencananya akan dikenakan ke platform e-commerce. Menurutnya, aturan ini dinilai tidak tepat apabila dijalankan saat situasi seperti saat ini.
"Ada tiga hal yang saya soroti di sini. Pertama, perlu adanya sosialisasi mengenai kebijakan ini dengan informasi yang komprehensif, kepada para pelaku usaha baik mikro, kecil, dan menengah," kata dia kepada wartawan, Jumat, 10 Juni 2022.
Pingkan menambahkan upaya pemerintah dalam transformasi digital juga mencakup agenda digitalisasi ekonomi dengan menargetkan masuknya 20 juta UMKM ke platform digital. Apalagi pemerintah ingin jumlah UMKM yang menggunakan platform e-commerce terus didorong untuk mencapai 30 juta pada 2024.
"Apalagi sampai saat ini tidak banyak sosialisasi maupun pemberitaan mengenai e-meterai, termasuk mengenai tata cara penggunaanya, kemudian apa saja yang termasuk ke dalam objek bea materai elektronik, maupun dampaknya bagi ekosistem ekonomi digital Indonesia," ungkapnya.
Minimnya sosialisasi ini juga berpotensi memunculkan penolakan tidak hanya dari platform e-commerce tapi juga masyarakat selaku pengguna. Oleh karena itu, Pingkan menyarankan adanya kajian mendalam mengenai biaya operasional dan manfaat sehingga tidak kontra produktif terhadap upaya digitalisasi UMKM maupun peningkatan transaksi digital.
"Terakhir, mengenai kesiapan pemerintah dari segi sumber daya manusia maupun juga infrastruktur dalam memungut bea materai elektronik atau e-meterai dan menyediakan sistem pencatatan hingga keamanan pengumpulan datanya perlu menjadi prioritas sebelum merealisasikan rencana kebijakan ini," ujar dia.
Pengamat UMKM dari Universitas Indonesia, Nining Indroyono menyebut, ada dua dampak pengenaan bea meterai. Pertama, menambah biaya transaksi yang bisa menimpa beban lebih berat ke konsumen atau ke produsen atau dua-duanya. Kedua dari segi penerimaan, aturan ini akan menambah pemasukan negara.
"Nah dampak negatif di butir satu dibanding dampak positif di butir dua ini perlu dihitung dulu, mana yang lebih besar. Baru bisa diketahui secara keseluruhannya hasilnya akan positif atau negatif," ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menjelaskan, alasan pengenaan bea meterai T&C untuk pelaku e-commerce adalah untuk menciptakan kesetaraan (level of playing field) bagi para pelaku usaha digital dan konvensional.
Ia mengatakan, pengenaan T&C yang merupakan perjanjian antara pengguna dan penyedia layanan merupakan objek bea meterai sesuai dengan amanat UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dan aturan turunannya, khususnya PMK-134/2021 terkait penggunaan meterai elektronik yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 2021.
"Terkait dampak dari kebijakan pengenaan bea meterai atas T&C saat ini masih dalam pembahasan dan evaluasi internal DJP. DJP juga telah melaksanakan sosialisasi terkait penggunaan e-meterai, yang beberapa diantaranya dapat dilihat pada kanal YouTube resmi Ditjen Pajak," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News