Faktor dari internal dan eksternal membuat laju rupiah terombang-ambing diakhir tahun ini. Sehingga harus ada cara untuk membenahinya oleh pemerintah dan BI, agar pergerakan rupiah bisa lebih baik di tahun 2015 mendatang.
Ekonom senior PT Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra memprediksi laju rupiah akan mencapai berada di level Rp12.000 per USD di 2015. "Rupiah akan menguat. Tahun depan USD melemah, kita bakal menguat di level Rp12.000 per USD," kata Aldian belum lama ini.
Aldian mengatakan, pelemahan rupiah yang terjadi menjelang pergantian tahun ini sangat menguntungkan dalam meningkatkan laju ekspor. Sehingga laju impor yang tadinya meningkat tiap tahun, akhirnya terkikis. Semua itu memberikan dampak yang positif bagi penurunan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) ke level 2,8 persen terhadap PDB di tahun ini.
Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunganya di kuartal II/2015 dan minyak dunia yag sedang menurun. Dari kedua faktor itu, dia meyakini perekonomian Indonesia di awal 2015 jauh lebih positif, jika dibanding keadaan ekonomi di akhir 2014.
"Semua ekonomi Indonesia tahun depan baik, baik rupiah yang akan menguat kembali. Semua faktor yang ada, baik dalam maupun luar negeri akan bisa diatasi dengan baik," ujar Aldian.
Sementara itu, analis Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga mengungkapkan, pembenahan CAD masih menjadi masalah utama dalam mengurangi derasnya hantaman USD terhadap rupiah. Oleh karena itu, fundamental ekonomi nasional harus lebih ditingkatkan, terutama dalam mengurangi CAD di bawah 3 persen.
Dalam mengurangi defisit di bawah tiga persen, pemerintah dan BI harus bisa mengambil kebijakan yang tegas, seperti mengurangi impor. “Ketika impor sudah dikurangi, nilai laju rupiah dan inflasi akan kembali membaik. Posisi rupiah yang ada saat ini jauh lebih tinggi dari yang sudah diperkirakan,” ucap Desmon.
Tidak hanya itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini menjelaskan, faktor utama melemahnya nilai tukar rupiah sepanjang 2014, disebabkan lemahnya fundamental ekonomi domestik dalam negeri. Transaksi berjalan terus mengalami defisit sejak akhir 2011 sampai 2014, kecuali kuartal III/2012. Meskipun pada periode yang sama, neraca modal dan finansial mengalami peningkatan, namun surplus pada neraca pembayaran sangat rendah sejak periode tersebut.
"Dengan kata lain, posisi rupiah saat ini ditopang oleh capital inflow yang didominasi oleh investasi portofolio. Situasi saat ini tentu sangat rentan terhadap sektor finansial. Akibatnya, jika terjadi external shock, sebagaimana saat ini, kebijakan otoritas moneter untuk mengendalikan rupiah semakin berat," cetus Hendri.
Hendri memerkirakan, tekanan rupiah akan berakhir pada 2015. Tekanan tahun depan akan sangat lemah, karena AS tidak menginginkan USD naik, lantaran tidak berdaya saing, ekspor akan mengalami perbaikan dan ada investasi yang baik, khususnya portofolio langsung maupun tidak.
"Sehingga saya proyeksi rupiah akan lebih baik di tahun depan, jika dibanding perolehan tahun ini yang cukup berat. Laju rupiah tidak akan mencapai Rp14.000 per USD hingga akhir tahun ini. Semua akan diredam dengan baik oleh pemerintah dan BI,” ucapnya.
Langkah BI dalam membenahi laju rupiah terealisasikan dengan baik. Ketika BI melakukan intervensi nilai tukar rupiah tidak menembus Rp13.000 per USD.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, BI terus memantau dan mengintervensi di pasar valuta asing (valas). Agar nilai rupiah sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia. Sehingga nilai tukar rupiah kembali mereda di level Rp12.700 per USD.
Selain itu, BI juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar skunder sebagai langkah stabilisasi di pasar keuangan. Di samping itu, BI juga memantau di pasar dengan melakukan intensitas pengelolaan likuiditas di pasar rupiah.
"Dengan meningkatkan isu lelang beberapa instrumen moneter, dan lelang SBI 9 bulan, dengan langkah ini rupiah terjaga," pungkas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News