Seperti diketahui, PT Aryaputra Teguharta (APT), selaku pemilik saham 32,32 persen PT BFI Finance Tbk (BFIN) -dahulu PT Bunas Finance Indonesia- menagih sahamnya ke perseroan. Melansir Bloomberg pada akhir Maret 2018, total saham BFI Finance telah mencapai USD1 miliar. Jika, APT sebagai pemilik sah saham perusahaan sebesar 32,32 persen, maka porsinya sekitar USD300 juta atau setara Rp4 triliun.
APT dan OM sebagai pemegang saham pada saat itu telah menyetujui pengalihan gadai saham tersebut sebagai bagian dari penyelesaian utang anak usaha Ongko Group kepada BFI Finance. Keputusan RUPSLB tersebut diperkuat oleh putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) BFI Finance di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 2000.
Kuasa Hukum BFI Finance Anthony LP Hutapea menjelaskan pengalihan gadai saham BFI Finance milik APT dan OM pada 2001 dilakukan secara transparan dan terbuka sebagaimana mekanisme yang berlaku bagi perusahaan publik.
APT dan OM selaku pemegang saham BFI pada waktu itu menyerahkan lebih dari 210 juta saham yang dimiliki di BFI (termasuk atas nama APT sejumlah 111.804.762 lembar saham) sebagai jaminan secara gadai atas utang Ongko Group.
"Semua proses dan prosedur pengalihan gadai saham APT di BFI Finance dilakukan melalui prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku. Eksekusi atas gadai saham ini dilakukan karena debitur (Ongko Grup) tidak dapat melakukan pelunasan utangnya ke BFI Finance. Setelah pengalihan saham APT dan OM, BFI membebaskan utang grup Ongko yang bernilai lebih dari USD100 juta belum termasuk bunga," kata Anthony, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 18 Mei 2018.
Sejak pelaksanaan PKPU pada 2001, APT dan OM sudah tidak tercatat lagi sebagai pemegang saham di BFI Finance. Hal tersebut sudah dilaporkan dan tercatat di otoritas bursa. Itu sebabnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai penetapan No 079/2007/EKS tanggal 10 Oktober 2007 menyatakan bahwa Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) No 240 tahun 2006 tidak dapat dilaksanakan (non executable).
Menurut Anthony, sesuai PK No 240 itu, MA tidak membatalkan pengalihan saham-saham APT oleh BFI Finance kepada Para Kreditur berdasarkan Share Sale and Purchase Agremeent. Artinya, pengalihan gadai saham tetap sah dan berlaku, karena memang sudah sesuai dengan aturan korporasi yaitu pengambilan keputusan tertinggi melalui RUPSLB di 2000.
Terkait adanya saham yang dialihkan kepada kayaran dan manajemen, ini merupakan bagian dari program Employee Stock Option Plan (ESOP) yang sudah dilaporkan kepada pemegang saham, termasuk kepada APT dan OM sebelum dilakukan RUPSLB 2000.
"Dlam RUPSLB tersebut APT dan OM juga hadir dan menyetujui pelaksanaan program ESOP itu. Jadi tidak benar manajemen melakukan fraud seperti yang dituduhkan. Semua keputusan perusahaan ini telah melalui proses yang terbuka dan dilaporkan dalam keterbukaan informasi di bursa efek," jelas dia.
"Saham APT di BFI sudah tidak ada dan hal itu juga dikonfirmasi sesuai surat KSEI ke ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada 26 Januari 2018, ketua PN Jakarta Pusat kembali menegaskan bahwa PK No 240 itu tidak bisa dilaksanakan (non executable)," ungkap Anthony.
Corporate Secretary BFI Finance, Sudjono menambahkan, sebagai perusahaan publik, BFI Finance selalu menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Berkat kepercayaan investor, nasabah dan masyarakat, BFI Finance dapat terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental bisnis yang semakin kokoh sebagaimana tercermin dari kinerja bisnis dan keuangan hingga saat ini.
"BFI selalu menjalankan ketentuan dan mekanisme hukum yang berlaku. Bisnis kami terus berkembang karena manajemen tidak pernah berkompromi dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)," pungkas Sudjono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News