Perusahaan pelat merah ini disebut melanggar prinsip kehati-hatian dalam menempatkan portofolio investasi ke saham-saham gorengan seperti PT SMR Utama Tbk (SMRU), PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), dan PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN).
Lalu, apa sebenarnya saham gorengan ini? Analis BNI Sekuritas William Siregar menjelaskan saham gorengan merupakan saham yang fundamentalnya buruk, dan karena harganya murah, seringkali 'digoreng' beberapa pihak untuk kepentingannya masing-masing.
Untuk mendeteksi saham gorengan cukup mudah. Pertama, kata William, pergerakannya sangat abnormal dan bahkan tidak sejalan dengan kinerja fundamentalnya seperti kinerja keuangan yang mencakup laba bersih, pendapatan serta return on asset (ROA), dan return on equity (ROE).
"Bahwa suatu hari saham ini bIsa bergerak 10 persen, atau mencapai 25 persen atau auto reject atas, dan tidak sejalan dengan kinerja fundamentalnya. Fundamentalnya buruk tapi saham bisa naik atau turun signifikan dalam satu hari, itu namanya upnormal return," jelasnya saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 31 Desember 2019.
Agar tidak terkecoh saham gorengan, William mengatakan investor harus mengetahui core bisnis emiten sebelum memutuskan membeli saham.
"Apakah menguntungkan, apakah profit, jasa dan produk dihasilkan apa. Jadi investor harus mengetahui detail saham apa yang ingin dibelinya, bukan hanya mengikuti arahan orang lain." imbuhnya.
Mengenai penempatan investasi yang salah, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga menduga jajaran direksi lama punya andil besar dalam kebangkrutan Jiwasraya dan merugikan negara hingga Rp13 triliun itu.
Dia bilang, direksi lama pernah menyampaikan alasan terkait investasi dari penempatan saham yang salah. Kesalahan investasi ini membuat jajaran direksi lama lebih banyak berinvestasi ke saham gorengan.
Saham gorengan dipilih lantaran tergiur dengan potensi keuntungan tanpa memperhatikan risiko besar yang ditimbulkannya. Pergerakan harga saham ini bisa naik secara tiba-tiba, namun bisa juga anjlok seketika bila harga per lembar saham tersebut balik ke harga sebenarnya berdasarkan valuasi.
"Ini lebih lucu lagi, dia menanam saham di saham-saham yang enggak bagus. Kenapa dia enggak beli saham bluechip? Mereka bilang kalau beli saham bluechip, lebih sedikit (jumlah saham) yang dia beli," tuturnya.
Hal ini menandakan direksi lama mengakui lebih banyak membeli saham gorengan. "Ini kan mereka mengakui beli saham gorengan. Mungkin ada juga (beli) yang saham bluechip, tapi mungkin sedikit," tukas Arya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News