"Ini sudah dijajaki Rajawali I. Lagi disiapkan. Karena mesti ada izin Kemendag dan Kementerian BUMN. Targetnya kalau bisa di IPO kan setelah musim politik, mudah-mudahan semester kedua saat sudah melakukan penggilingan gula. Artinya perusahaan sudah ada pendapatan," Direktur Utama RNI B Didik Prasetyo, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 26 Desember 2018.
Menlantainya Rajawali I di pasar modal untuk mengembangkan industri hilir dari tebu. Ada beberapa yang sedang di kaji, antara lain produksi bioetanol dan idustri arang dari listrik dan masih banyak lagi.
Aset anak perusahaan RNI tersebut bernilai Rp1,3 triliun, dengan lahan kebun seluas 25-30 ribu hektare, dua pabrik gula yaitu di Madiun dengan kapasitas 6 ribu ton tebu per hari dan di Malang dengan kapasitas 12 ribu ton tebu per hari.
Pada 2019 RNI menargetkan produksi gula 320 ribu ton untuk satu tahun. Dia mengakui produksi gula di 2018 berada di bawah target, dari 300 ribu ton hanya tercapai 273 ton.
"Turun karena banyak faktor. Pertama di Jawa Barat produksi kami diganggu di okupasi lahan oleh masyarakat hampir 5.000 ha. Produktivitas perkebunan rakyat juga lagi turun," jelas dia.
Untuk 2019 RNI menargetkan belanja modal Rp3 triliun dari sebelumnya target Rp4 triliun.
"Penyebabnya ada beberapa carry over dari 2018 tidak bisa dijalankan. Pada 2018 belanja modal realisasinya hanya Rp1,2 triliun. Sehingga di carry over ke 2019," tukas Didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News