"Kami merevisi proyeksi kami untuk tahun 2019 menjadi 5,0-5,1 persen (yoy)," ujar Febrio dalam paparan Indonesia Economic Outlook 2020 di kantor LPEM FEB UI, Salemba, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2019.
Febrio menjelaskan pada awal 2019 pihaknya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bergerak di rentang 5,0-5,2 persen. Namun sejumlah risiko perlambatan yang terjadi hingga saat ini membuat pertumbuhan ekonomi domestik sepanjang 2019 mengarah ke level lima persen.
"Kemungkinan besar data yang kita lihat sejauh ini memang menunjukkan ke arah lima persen. (Proyeksi pertumbuhan ekonomi RI) itu sudah kita revisi kedua kalinya," urai dia.
Terdapat sejumlah risiko perlambatan yang berimbas pada lemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini. Salah satunya ialah tetap rendahnya kinerja sektor manufaktur.
"Sektor manufaktur pada kuartal II-2019 hanya tumbuh sebesar 3,59 persen (yoy). Padahal, sektor manufaktur merupakan sektor paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi domestik," paparnya.
Menurut dia, masih lemahnya kinerja sektor manufaktur akibat tingginya ketergantungan pada bahan baku dan barang modal dari luar negeri. Imbasnya, defisit neraca perdagangan terus terjadi hingga semester I-2019.
Selain itu, sambung Febrio, karena kinerja ekspor yang relatif masih lemah. Hal ini lantaran ekspor Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas mentah, utamanya minyak kelapa sawit dan batu bara.
Di sisi lain, eskalasi perang dagang dan kekhawatiran akan terjadinya resesi di masa depan turut memperparah pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia. Bahkan, kemungkinan berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok akan menghambat pertumbuhan perdagangan hingga 2020.
"Bersamaan dengan itu, belum ada sinyal kuat akan terjadinya peningkatan investasi langsung luar negeri yang sudah melemah menjadi 5,02 persen (yoy) pada semester I-2019," ungkap Febrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News