Pencapaian itu dikontribusikan reksa dana pasar uang Rp16,1 triliun pada kuartal kedua tahun ini atau naik 33,60% jika dibandingkan triwulan pertama tahun ini. Lalu reksa dana pendapatan tetap Rp30,2 triliun atau tumbuh 1,68%.
Reksa dana terproteksi senilai Rp42,8 triliun pada periode Januari-Juni tahun ini atau 0,8% jika dibandingkan kuartal pertama 2014.
Reksa dana (RD) Indeks meningkat dari Rp420 miliar menjadi Rp591 miliar di semester pertama tahun ini. Kemudian ETF (saham dan fixed income) meningkat dari Rp2,07 triliun menjadi Rp2,14 triliun. RD Syariah meningkat dari Rp8,96 triliun menjadi Rp9,17 triliun.
Penurunan pada reksa dana saham menjadi Rp90,16 triliun pada semester pertama tahun ini dari Rp90,68 triliun. Serta reksa dana campuran sebesar Rp18,34 triliun dari Rp20,31 triliun.
Turunnya reksa dana saham dan campuran disebabkan melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Juni lalu. Pasalnya, kenaikan harga minyak dunia berpotensi menganggu defisit neraca perdagangan. Pernyataan itu diungkapkan analis dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada. "Laju IHSG lebih mengkhawatirkan pelemahan rupiah," katanya, seperti dikutip Minggu (6/7/2014).
Akan tetapi, dia menuturkan indeks saham dalam negeri akan menguat setelah semester pertama tahun ini. Kondisi itu mempertimbangkan data yang dirilis memberikan sentimen positif. "Namun masih ada sentimen dalam negeri yang berpotensi menghambat," tuturnya.
Untuk pasar obligasi, tambah Reza, aksi mengamankan posisi dan menjauhi pasar berpotensi terjadi jika pelaku pasar menilai hasil dari pemilihan presiden (pilpres) tersebut tidak sesuai dengan harapan. "Tetap cermati perubahan sentimen yang ada, terutama dari sisi laju nilai tukar rupiah dan sentimen politik terhadap perubahan pergerakan laju pasar obligasi," ujar Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News