Ilustrasi tambang -- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Ilustrasi tambang -- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Pemerintah Harus Konsisten Menjamin Pelaksanaan Hilirisasi

Suci Sedya Utami • 05 Desember 2014 19:41
medcom.id, Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 10/PUU-XII/2014 yang menolak permohonanan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) untuk menguji Pasal 102 dan Pasal 103 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) kemarin sore (Rabu, 3 Desember 2014).
 
Dalam putusannya, majelis hakim MK menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.Dengan demikian, permohonan Apemindo agar pasal 102 dan 103 UU Minerba tidak ditafsirkan sebagai pelarangan ekspor bijih atau material mentah secara langsung otomatis gugur.
 
Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Maryati Abdullah, menyatakan bahwa publik merasa lega dengan putusan ini, mengingat dampak kerugian luar biasa yang akan ditanggung oleh negara apabila permohonan Apemindo dikabulkan.

"Paling tidak, bayang-bayang kerusakan lingkungan yang massif, berkurangnya potensi penerimaan negara dan hilangnya kedaulatan negara atas pengelolaan minerba untuk sementara bisa dihindarkan," ujar Maryati dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com, Jumat (5/12/2014).
 
Menurutnya pasca putusan ini, pemerintah konsisten menjamin pelaksanaan hilirisasi di sektor minerba termasuk memaksa pemegang KK (Kontrak Karya) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dalam proses renegosisasi untuk tunduk terhadap ketentuanan Pasal 102 dan 103 UU Minerba.
 
Sementara, Anggota Badan Pengarah PWYP Indonesia sekaligus pegiat LePMI (Lembaga Pengembangan Masyarakat Pesisir dan Pedalaman) Kendari, Sarmin Ginca mengingatkan pemerintah untuk tidak boleh lagi memberikan kebijakan "relaksasi" hilirisasi sektor minerba ataupun memberikan kemudahan-kemudahan bagi KK dan PKP2B untuk tidak tunduk terhadap ketentuan pasal 102 dan 103 UU Minerba sebagai “kompensasi” atas renegosiasi yang saat ini berjalan.
 
Sarmin Ginca juga mengingatkan agar pemerintah memastikan pengawasan yang ketat terhadap pelabuhan-pelabuhan "tikus" yang kerap digunakan oleh para pengusaha tambang mineral yang melakukan ekspor bijih atau material mentah secara diam-diam.
 
"Kasus penyelundupan ore nikel, pasir kuarsa, dan lain-lain yang menggunakan kontainer di Batam beberapa waktu yang lalu mengindikasikan adanya modus baru yang patut diawasi secara serius oleh aparat pemerintah," tambahnya.
 
Sedangkan Koordinator Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho menegaskan pemerintah perlu memperbaiki sistem pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu keluar bahan minerba. Penting juga untuk membangun dan mengembangkan aspek-aspek ke pelabuhan yang terintegrasi dengan standar IT.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan