Sebelumnya, proyek PLTU Batang digarap oleh perusahaan konsorsium bernama PT Bhimasena Power Indonesia, dengan skema kepemilikan sebesar 34 persen untuk J-Power, 34 persen Adaro, dan 32 persen Itochu. Pembangkit listrik ini berkapasitas 2 x 1.000 megawatt (mw) dengan investasi sekitar USD4 miliar.
Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir menyebutkan, proyek PLTU Batang dibangun bersama J-Power atau Electric Power Development, co. ltd dan Itochu Corporation diyakini bisa terealisasi dengan baik. Sebab, PLTU Batang sangat penting, bukan untuk perusahaan namun juga pemerintah yang sedang menggalakkan mega proyek program listrik 35 ribu mw.
"Saya yakin ini akan mencapai kesepakatan, karena saya melihat PLTU Batang sangat penting bukan hanya bagi Adaro, pemerintah Indonesia, untuk pemerintah Jepang juga sangat penting, karena ini proyek publik partnership pertama, PLTU terbesar yang memakai teknologi Jepang," jelas Boy, sapaan akrab Garibaldi Thohir, ditemui dalam RUPST perseroan di Tempo Scan Tower, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Pendanaan proyek tersebut, urai Boy, masih dalam proses negosiasi dengan Japan Bank for International Corporation (JBIC). Poin negosiasi paling penting dalam pendanaan tersebut adalah penggunaan mata uang Garuda.
"Masih ada negosiasi antara JBIC dengan pemerintah Indonesia dalam ini dengan PLN. Salah satu argumentasi mereka adalah regulasi BI mengenai pemakaian rupiah. Saya yakin ini akan capai kata kesepakatan," ujar Boy.
Faktor yang lain, sambung Boy, tidak ada yang rumit. Karena, pembebasan lahan sudah selesai hingga 100 persen. Sehingga pembangunan PLTU Batang yang dibutuhkan di Jawa Tengah (Jateng), Jawa, dan Bali bisa terealisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News