Diketahui, pengembang Meikarta baru mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk lahan seluas 84,6 ha, dari total tanah yang bakal dimanfaatkan dalam proyek sekitar 500 ha.
Menilik hal itu, Pengamat Properti dari Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengimbau agar masyarakat yang akan menjadi konsumen Meikarta berhati-hati dalam memesan unit-unit yang ditawarkan pengembang.
"Kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan bisa jadi batal. Kalau belum ada IMB jangan menjual, itu salah. Kalau mau tes pasar boleh, tapi jangan dibukukan penjualan. Karena itu tidak boleh," ungkap Ali, kepada Metrotvnews.com, Rabu 23 Agustus 2017.
Ali menambahkan, belum lengkapnya perizinan dalam proyek milik grup Lippo tersebut membuat pengembang harus cepat mengurusnya. Jika tidak, bisa menurunkan animo masyarakat terhadap proyek ratusan triliun rupiah tersebut.
"Ketika belum dapat izin, konsumen juga harus tahu risikonya masih rencana, bisa berubah juga. Ini salah satu fenomena, ini bisa menurunkan animo masyarakat. Ini hanya pemesanan, karena tahapan lebih lanjut pengembang harus melakukan izin-izinnya. Jangan sampai mematahkan, karena ini alasan bisnis. Cari win-win solutions," tegas Ali.
Namun demikian, Ali tidak memungkiri ketika proyek itu berjalan maka akan menumbuhkan kegiatan ekonomi di sekitar proyek tersebut.
"Investasi ini jangan sampai saling menyalahkan, kalau ada kurang izin harus dilengkapi. Kalau memang masih ada yang belum diakuisisi tanahnya, yah harus dibebaskan," kata Ali.
Asisten II Bidang Pembanguan dan Perekonomian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar Eddy Nasution sempat mengatakan, proyek Meikarta belum memiliki izin amdal. Ketika tidak ada izin tersebut, pastinya izin IMB pun belum dikantongi oleh pengembang yang induk usahanya sudah ternama yakni Lippo Group.
Maka dari itu, Pemprov Jabar menghentikan operasi pembangunan proyek tersebut secara sementara. Kementerian ATR/BPN pun mengakui, pembangunan kawasan kota baru Meikarta yang diperkirakan memakan lahan sekitar 500 ha belum sepenuhnya dimiliki oleh PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), yang merupakan anak usaha dari Lippo Group.
"Faktanya dari data, di sana ada perkampungan, ada sawah juga di sana, saya enggak tahu juga. Faktanya masih banyak hak atas tanah di sana. Cukup banyak mungkin 30 persen," kata
Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Budi Situmorang.
Masih adanya tanah yang belum dimiliki, menurut Budi, seharusnya pihak dari Meikarta segera menyelesaikan akusisi lahan tersebut, setelah itu baru bisa membangun bahkan memasarkan ke masyarakat. Jika tidak direalisasikan, maka akan menjadi masalah ke depannya.
"Jadi harus diselesaikan dulu, bahkan teman-teman kami sudah panggil teman-teman Meikarta. Mana master plan-nya, di mana batas tanahnya, itu yang belum putus," pungkas Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News