"Kasus-kasus hukum seperti menimpa Jiwasraya dan Bumiputera terjadi karena melakukan investasi saham yang berisiko yang seharusnya dapat dicegah," kata Ferry, seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020.
Ferry mengatakan otoritas pasar modal seharusnya mengetahui kalau ada saham-saham yang sengaja digoreng ke depan harus ada penegakan hukum untuk kasus-kasus demikian agar tidak ada lagi investor yang dirugikan.
Ferry yang juga merupakan Chief Economist Tanamduit menilai kasus-kasus serupa juga dialami perusahaan dana pensiun bahkan juga reksa dana menunjukkan pelanggaran moral hazard yang dilakukan bersama-sama melibatkan para pengambil keputusan.
Ferry mengatakan di 2020 ini seharusnya saat yang tepat untuk berinvestasi di pasar modal mengingat pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa stagnan sehingga dipastikan aliran investasi akan ke negara-negara berkembang.
"Kalau melihat neraca keuangan AS dipastikan bank sentral AS tidak akan menaikkan suku bunga," ujarnya.
Hal senada disampaikan Fund Manager First State Investments Indonesia Guntur Prasetyo. Ia mengatakan kondisi ekonomi global diperkirakan membaik ditandai dengan berakhirnya perang dagang Tiongkok dengan Amerika Serikat.
Guntur melihat Indonesia masih menjadi tujuan investasi mengingat secara ekonomi dinilai lebih stabil dibanding negara-negara berkembang lainnya karena didorong sektor konsumsi. "Kalau ekonomi kita biasa-biasa saja maka aliran dana pasti ke negara berkembang lainnya," ujarnya.
Sedangkan Ketua Dana Pensiun Indonesia Suheri mengatakan iklim ekonomi dunia yang membaik ini harus mendapat dukungan otoritas di bursa agar investor merasa nyaman. "Kasus reksa dana yang dibekukan dan dibubarkan tentunya membuat investor terutama yang baru pertama bertransaksi enggan untuk berinvestasi di pasar modal," pungkas Suheri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News