Analis dan Pengamat Pasar Modal Satrio Utomo mengatakan pada 2000-an BUMN merupakan tulang punggung pasar modal di Indonesia. Sehingga, pihak manapun yang memiliki saham perusahaan pelat merah akan terlihat bagus portofolionya. Tapi sayangnya, tidak semua saham BUMN merupakan investasi yang aman dan menguntungkan.
"Membeli saham BUMN hanya supaya kelihatan investasinya bagus bagi auditor, tapi yang justru lebih banyak di BUMN lapis kedua atau saham BUMN 'gorengan' yang belum tentu bagus, dan belakangan terbukti tidak bagus," kata Satrio, di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2020.
Menurut dia, kebijakan yang dilakukan manajemen Jiwasraya kala itu bertujuan untuk sekadar akal-akalan kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Satrio menilai, para auditor BPK tidak secara detail mengetahui kinerja saham, dan hanya sekadar tahu Jiwasraya memiliki saham BUMN.
"Jiwasraya investasi justru di BUMN yang menengah kecil, peminat tidak terlalu banyak dan cenderung lemah. Tidak tepat kalau investasi dalam jumlah besar di sana," ujar dia.
Seperti diketahui saat ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah menyidik kasus korupsi Jiwasraya yang menyebabkan negara mengalami kerugian lebih dari Rp13,7 triliun.
Pencekalan dilakukan terhadap mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, mantan Direksi Pemasaran Dw Yong Adrian, hingga pelaku pasar modal Heru Hidayat dan Benny Tjokrospautro. Selain itu, BPK juga membidik peran General Manager Keuangan dan Produksi Jiwasraya, Syahmirwan dan mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya, Agustin Widhiastuti dalam dugaan korupsi ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News