Pasar saham Indonesia terus meningkat selama tiga tahun terakhir. (FOTO: MI/Usman Iskandar).
Pasar saham Indonesia terus meningkat selama tiga tahun terakhir. (FOTO: MI/Usman Iskandar).

HUT ke-72 Republik Indonesia

Kurang dari Tiga Tahun, Pasar Modal RI Capai Highest Ever

Dian Ihsan Siregar • 17 Agustus 2017 12:45
medcom.id, Jakarta: PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menorehkan beberapa pencapaian positif nyaris selama tiga tahun belakangan ini. Salah satunya adalah pencapaian kapitalisasi pasar (market cap) yang telah bertengger lebih dari Rp6.300 triliun.
 
"Bukan hanya itu, indeks kita highest ever dalam dua tahun terakhir, likuiditas juga highest ever, bahkan boleh dikatakan pasar modal mencapai puncak hampir semuanya di dua tahun terakhir ini," ujar Direktur Utama BEI Tito Sulistio saat wawancara khusus bersama Metrotvnews.com.
 
Tito mengungkapkan, pencapaian tersebut terjadi di masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Namun demikian, dirinya tidak ingin membandingkannya dengan kinerja pemerintahan saat ini dengan sebelumnya. Menurut dia, dampak pasar modal Indonesia terjadi terus menerus hingga pemerintahan di masa mendatang.

"Tapi kan tidak fair juga (membandingkannya) di masa Jokowi, karena ini kan dampak dari pergerakan terus menerus, bahkan dari zaman pak Soeharto sampai sekarang," tegas Tito.
 


 
Maksud dari arti tidak fair (adil), jelas Tito, karena setiap masa pemerintahan memiliki aturan yang berbeda. Setidaknya, aturan yang dibuat tersebut menjadikan kinerja pasar modal Indonesia lebih meningkat, sehingga bisa menarik banyak investor datang ke negeri Garuda ini.
 
"Dampak strategi satu presiden satu ke lainnya, itu tidak ‎putus segini jalan, segini jalan. Nah pasar modal dampak panjang dari semuanya. Jadi saya merasa agak enggak fair, ketika membandingkan, saat masa Pak Jokowi pasar modal bagaimana. Masa SBY pasar modal bagaimana. Jadi saya tekankan Bursa Efek Indonesia dua tahun terakhir mencapai puncak di hampir semuanya," tegas Tito.
 
Tito menegaskan, situasi ekonomi pada setiap masa pemerintahan juga berbeda-beda. Sehingga, hal itu memberikan dampak yang berbeda pula bagi kinerja pasar modal.
 
"Bursa itu suatu kelangsungan, saya coba melihat juga perbandingan masa kepresidenan tidak juga bisa dibandingkan apple to apple. Misalnya pada 2004, loan to deposit ratio (LDR) perbankan masih sekitar 40 persen, dan dirapikan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selama masa itu 2004-2014, kredit diberikan itu naik sekitar Rp3.000 triliun sampai Rp6.500 triliun. Artinya, karena LDR 2004-2014 itu kecil, ada Rp3.500 triliun kredit diberikan. Jalan lah bisnis. Sementara komoditi naik signifikan harganya, sehingga bisnis komoditas jalan, tapi pada mencoba defensif, pada saat pak Jokowi memulai, LDR itu sudah di atas 93 persen dan harga komoditi turun, jadi tidak bisa membandingkan situasi perekonomian antara satu masa kepresidenan dan masa kepresidenan lainnya," pungkas Tito.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan