"Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tadi, diputuskan bahwa penggunaan laba yang Rp5,02 triliun dialokasikan 75 persen atau Rp3,76 triliun dalam bentuk dividen," kata Direktur Utama PT Bukit Asam Arviyan Arifin dalam konferensi pers hasil RUPST di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 25 April 2019.
Sementara sisa laba bersih yang diraup perseroan pada 2018, akan digunakan sebagai cadangan umum perusahaan. "Sisanya 25 persen (Rp1,26 triliun) digunakan sebagai cadangan umum perusahaan," tutur dia.
Selain pembagian dividen, RUPST juga menyetujui perubahan nomenklatur jabatan dalam perseroan. Direktur Operasi Produksi menjadi Direktur Operasi dan Produksi serta Direktur SDM dan Umum menjadi Direktur SDM.
Namun demikian, tidak ada perubahan dan perombakan jajaran dewan direksi dan komisaris PT Bukit Asam. RUPST masih mengizinkan jajaran direksi dan komisaris diisi oleh muka-muka lama.
"Dalam RUPST tahun ini, dewan direksi dan komisaris tetap seperti sebelumnya. Tapi soal perubahan nomenklatur jabatan, itu dalan rangka penyelarasan dan efektivitas koordinasi di internal holding industri pertambangan," jelas Arviyan.
Sepanjang 2018, laba bersih PT Bukit Asam tercatat mengalami kenaikan sebesar 12 persen menjadi Rp5,02 triliun. Periode yang sama, perseroan juga membukukan kenaikan pendapatan usaha sebesar sembilan persen menjadi Rp21,17 triliun.
Namun demikian, laba bersih PT Bukit Asam di kuartal I-2019 mengalami penurunan. Dari Rp1,45 triliun di kuartal I-2018 menjadi Rp1,13 triliun di kuartal I-2019.
Menurut Arviyan penurunan laba bersih lebih disebabkan oleh turunnya harga jual komoditas batu bara. Harga jual rata-rata batu bara turun 13 persen menjadi Rp772.044 per ton di kuartal I-2019. Padahal periode yang sama tahun lalu sebesar Rp887.883 per ton.
"Laba bersih perseroan menjadi sebesar Rp1,14 triliun dengan EBITDA tercapai sebesar Rp1,73 triliun," kata Arviyan di Jakarta, Rabu, 24 April 2019.
Arviyan menjelaskan penurunan harga batu bara disebabkan oleh pelemahan harga batu bara Newcastle sebesar tujuh persen maupun harga batu bara thermal Indonesia (Indonesian Coal Index/ICI) GAR 5000 sebesar 24 persen dibandingkan dengan harga kuartal I-2018, serta aturan pemerintah terkait harga jual batu bara DMO yang belum diimplementasikan secara penuh di kuartal I-2019.
Dia melanjutkan pada kuartal I-2019 perseroan mencatat pendapatan usaha sebesar Rp5,43 triliun. Sebanyak 50 persen dari capaian pendapatan usaha tersebut berasal dari penjualan batu bara ekspor. Lalu 46 persen dari penjualan batu bara domestik. Kemudian, empat persen dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit, dan jasa sewa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News