Direktur sekaligus Sekretaris perusahaan Kalbe Farma, Vidjongtius menguraikan, kondisi ekonomi global yang belum kondusif menimbulkan revisi target pertumbuhan di tahun ini. Keadaan global menimbulkan nilai tukar rupiah yang menurun, pada akhirnya biaya produksi dan operasional perseroan tertekan.
"Kinerja untuk penjualan dan laba hanya tujuh sampai sembilan persen, kita lihat dari keadaan global, kalau makroekonomi sangat menantang. Rupiah yang anjlok 10 persen saja berpengaruh pada produksi perseroan yang turun," kata Vidjongtius, ketika ditemui usai RUPS Tahunan perseroan di Komplek PT Bintang Toedjoe Pulomas, Jakarta, Senin (18/5/2015).
Melihat pencapaian penjualan sebesar Rp17,3 triliun dan laba Rp2,06 triliun di tahun lalu, maka tahun ini kinerja penjualan dan laba bakal dibayangi terus menerus oleh kondisi rupiah terhadap dolar AS (USD). Pasalnya, kondisi rupiah terus tertekan oleh USD.
"Mudah-mudahan rupiah bisa stabil, kalau rupiah stabil bisa kita tahan pertumbuhan penjualan dan laba bersih tujuh sampai sembilan persen," tuturnya.
Rupiah yang kian melemah membuat perseroan melakukan lindung nilai (hedging). Lanjut dia, untuk menjalankan hedging, Kalbe Farma telah menyiapkan bahan baku yang mayoritas dihasilkan dari impor sebesar USD40 juta-USD50 juta dalam tiga bulan.
"Masih mayoritas 90-95 persen bahan baku impor. Biaya hedging seperti cadangan USD40 juta-USD50 juta untuk tiga bulan impor. Kita akan optimalkan untuk dikelola. Ekspor kita baru lima persen, belum dapat revenue, karena masih banyak rupiah," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News