Analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin mengatakan rencana kenaikan tarif cukai memang cukup mengejutkan pelaku pasar, karena merupakan kenaikan tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.
Pemerintah sepakat untuk menaikkan rata-rata cukai rokok secara total sebesar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) naik sebesar 35 persen per 1 Januari 2020.
"Dengan rencana kenaikan tersebut, volatilitas saham rokok masih akan berlanjut sampai Oktober," kata Giovanni dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 19 September 2019.
Giovanni menuturkan ketidakpastian saham rokok ini akan terus berlanjut hingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) lebih detail.
"Saat ini harga saham rokok secara valuasi sudah cukup atraktif, namun tekanan dan ketidakpastian masih akan ada hingga pemerintah mengeluarkan PMK detailnya," ujar Giovanni.
Dalam hitungan sementara, ia menjelaskan dengan rencana kenaikan rata-rata tarif cukai sebesar 23 persen produsen rokok akan membebankan kenaikan tersebut kepada konsumen dengan menaikkan harga jual rata-rata sekitar 16-18 persen.
PT Gudang Garam Tbk (GGRM) misalnya, Bahana telah memperhitungkan perusahaan akan sulit membebankan seluruh beban kenaikan cukai ini kepada konsumen. Sebab, rokok Gudang Garam masih didominasi oleh kalangan menengah bawah.
Sementara untuk PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), Bahana melihat perusahaan akan sedikit lebih leluasa menaikkan harga rokoknya karena portfolio produk rokok yang lebih berimbang.
Untuk rekomendasi pembelian saham-saham emiten produski rokok tersebut, Giovanni melanjutkan, pihaknya merekomendasikan untuk membeli saham HMSP dengan target harga Rp4.150 per saham.
"Itu karena produksi rokoknya yang lebih beragam sehingga lebih leluasa dalam menyesuaikan harga dan perusahaan berkode saham HMSP ini juga memiliki cashflow yang lebih sehat untuk menopang dividen," ujar Giovanni.
Sedangkan untuk GGRM, pihaknya merekomendasikan pembelian saham GGRM dengan target Rp90.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News