"Hal ini disebabkan karena memburuknya kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia memberi ruang bagi investor bearish untuk menyerang," ujar Lukman, dalam hasil risetnya, di Jakarta, Senin (16/5/2016).
Namun demikian, tambahnya, walaupun ada optimisme bahwa Bank Indonesia (BI) mengerahkan segala daya upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, investor asing terus mengurangi kepemilikan obligasi Indonesia sehingga ekonomi pun semakin tertekan.
Kemampuan BI untuk mendorong pertumbuhan masih dipertanyakan sehingga sentimen terhadap ekonomi Indonesia sementara ini tetap bearish. Ini tergambar pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia yang ditutup lebih rendah -0,9 persen di Jumat pekan lalu.
Sekadar informasi, pada awal pekan ini nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (USD) dibuka semakin melemah. Rupiah tergerus sentimen negatif domestik dan luar negeri.
Melansir Bloomberg, Senin, 16 Mei, rupiah dibuka melemah ke posisi Rp13.358 per USD jika dibandingkan dengan pergerakan sebelumnya di Rp13.325 per USD. Tak beberapa lama kemudian, gerak rupiah pun masih melemah di level Rp13.339 per USD.
Rupiah tercatat telah melemah hingga mencapai 14,50 poin atau setara 0,11 persen. Adapun rentang gerak rupiah pagi ini berada di kisaran Rp13.326-Rp13.359 per USD, dengan year to date (ytd) return sebesar -3,25 persen.
Sementara itu, IHSG Senin, 16 Mei, terpantau melemah sebesar 19,039 poin atau setara 0,4 persen ke posisi 4.742. Gerak IHSG senada dengan indeks saham unggulan LQ45 yang melemah 4,76 poin ke 812 dan JII turun 0,23 poin ke 639.
Seluruh sektor nyaris berada di zona merah dengan pelemahan paling besar dialami sektor konsumer sebesar 20,78 poin. Sedangkan sektor infrastruktur tercatat satu-satunya yang menguat sebesar 11,72 poin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News