Ilustrasi. (Foto: Antara/Widodo S Jusuf).
Ilustrasi. (Foto: Antara/Widodo S Jusuf).

Pasar Uang Masih Dihantui Perang Dagang

26 Maret 2018 08:45
Jakarta: Sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok diperkirakan masih berdampak negatif pada pasar keuangan global, termasuk Asia. Kondisi itu juga berpengaruh terhadap nilai tukar mata uang, tidak terkecuali rupiah.
 
"Rupiah pada Jumat, 23 Maret lalu diperdagangkan melemah sejak pembukaan sesi perdagangan. Itu dipengaruhi sentimen global yang risk aversion sehingga mendorong apresiasi aset safe haven seperti yen, emas, dan US treasury," ujar ekonom Bank Permata, Josua Pardede, kepada Media Indonesia, Minggu, 25 Maret 2018.
 
Menurut Josua, global sentiment risk aversion dipengaruhi kekhawatiran terhadap perang dagang yang dipicu keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan tarif impor baja dan aluminium yang sangat berdampak pada kinerja ekspor Tiongkok. Sebaliknya Tiongkok tak mau berdiam diri dengan mengenakan tarif impor bagi 128 produk AS.

Bursa saham Indonesia pada akhir pekan ini tercatat melemah 0,69 persen ke level 6211. Di tengah pelemahan bursa saham regional, misalnya Nikkei (bursa saham di Tokyo) yang ditutup melemah 4,51 persen dan Hang Seng (Hong Kong) yang terkoreksi 2,45 persen, nilai tukar rupiah pun terimbas melemah.
 
Rupiah pada akhir pekan ini ditutup di level Rp13.782 per USD atau melemah sekitar 0,22 persen dari pekan sebelumnya atau melemah 1,55 persen jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu. Mengutip informasi kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat, 23 Maret lalu ditutup pada Rp13.780 per USD.
 
"Perang dagang berpotensi memengaruhi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini. Perdagangan di pasar saham Asia dan Eropa melemah sehingga turut berpengaruh pada pasar keuangan regional dan nilai tukar di Asia."
 
Menurut analisis Joshua, dalam jangka pendek sentimen perang dagang antara AS dan Tiongkok diperkirakan masih berpengaruh negatif pada pasar keuangan global, termasuk pasar regional Asia. Dampak lanjutannya terus menyasar pergerakan nilai tukar mata uang di kawasan Asia.
 
Cuma Temporer
 
Ekonom Indef Bhima Yudistira memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak di kisaran 6.260-6.350 pada pekan depan. Sedikit berbeda dengan Josua, dia optimistis sentimen perang dagang mulai mereda setelah pekan lalu investor dikejutkan aksi AS yang berencana meningkatkan proteksi terhadap barang dari Tiongkok senilai USD50 miliar. Kekhawatiran itu mendorong seluruh bursa saham di Asia menjadi anjlok.
 
"Namun, tekanan ini diharapkan temporer. Ketika investor asing mencatat nett sales Rp1,06 triliun pada akhir sesi perdagangan saham Jumat, 23 Maret lalu, investor domestik justru mencatat nett buy Rp1,1 triliun. Kepercayaan investor domestik pada fundamen ekonomi masih jadi support utama IHSG," jelas Bhima.
 
Sentimen suku bunga acuan bank sentral AS (Fed fund rate/FFR), lanjut dia, juga sudah diantisipasi investor. Dengan begitu, tekanan global dari sisi moneter sudah lebih reda.
 
Menyoroti nilai tukar rupiah, dia memprediksi berada di level Rp13.740-Rp13.790 per atau sedikit lebih kuat daripada pekan lalu. Menurutnya, BI akan mengintervensi jika rupiah terus melemah mendekati Rp13.800 per USD. (Media Indonesia)
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan