Menurutnya investor akan memfokuskan diri pada implikasi data pengangguran dan kinerja sektor jasa di Amerika Serikat (AS) sebagai spekulasi pemangkasan suku bunga the Fed bulan ini. "Sehingga kami perkirakan IHSG berpeluang rebound diakhir pekan dengan support resistance 6.000-6.120," kata Lanjar, seperti dikutip dari riset hariannya, Jumat, 4 Oktober 2019.
Analis Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya menambahkan potensi penguatan indeks terjadi hari ini. Beberapa data perekonomian Indonesia diyakini akan menjadi pendorong penguatan. Rilis data perekonomian tentang tingkat keyakinan konsumen yang diperkirakan akan terlansir dengan hasil baik, tentunya dapat menopang kenaikan IHSG hari ini.
"Hingga beberapa waktu mendatang dan peluang kenaikan masih akan terlihat," jelas William, seraya meramalkan indeks bergerak dan diperdagangkan di level support-resistance 6.002-6.241.
Beberapa saham yang direkomendasikan yakni saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Timah Tbk (TINS), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Unilever Indonesia Tbk (MYOR), dan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI).
Di sisi lain, bursa saham Amerika Serikat ditutup lebih tinggi pada Kamis waktu setempat (Jumat WIB), karena data ekonomi yang lemah meningkatkan ekspektasi investor tentang penurunan suku bunga lebih lanjut. Adapun the Fed masih berada di bawah tekanan dari Presiden AS Donald Trump yang terus meminta penurunan suku bunga lebih dalam.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik sebanyak 122,42 poin atau 0,47 persen menjadi 26.201,04. Sedangkan S&P 500 naik sebanyak 23,02 poin atau 0,80 persen menjadi 2.910,63. Sementara indeks Nasdaq Composite naik 87,02 poin, atau 1,12 persen, menjadi 7.872,27.
Ekspektasi pasar untuk penurunan suku bunga acuan pada Oktober melonjak menjadi 90,3 persen dari 77 persen pada Rabu waktu setempat (Kamis WIB). Para analis mengatakan meningkatnya ekspektasi untuk penurunan suku bunga acuan terjadi setelah data ekonomi AS yang lemah.
Indeks non-manufaktur (NMI), yang mengukur kinerja sektor jasa, tercatat berada di level 52,6 persen pada September atau turun sebanyak 3,8 poin dari pembacaan Agustus, menurut Non-Manufacturing ISM Report on Business, terbaru. Angka pada Juli adalah 53,7 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News